Senin, 13 Oktober 2014

Anak Pemberani


Aku beranjak meninggalkan kelas, hendak mencari anak-anak kelas IV yang masih berkeliaran.
"Kamu kelas empat?" tanyaku pada siswa yang masih berlalu lalang di koridor sekolah.

"Iya, kak." dia menjawabku cepat.

"Masuk ke kelas, anak kelas empat belajar! Mana teman-temanmu yang lain?"

"Itu sana kelas empat." Seraya memberikan isyarat ke sejumlah anak yang masih asyik duduk di depan kantin.

Aku bergegas menuju kantin. Beberapa anak berseragam pramuka sedang mengelilingi anak laki-laki tanpa seragam yang berbadan lebih besar. Tampaknya mereka sedang asyik memperhatikan permainan dari layar gadget yang dipegang anak laki-laki itu.

"Siapa yang kelas empat?" Suaraku mengalihkan perhatian mereka. Beberapa anak menyahut dan mengacungkan tangan.

"Ayo, ke kelas. Kalian belajar!" Ajakku dengan suara lebih tegas. Namun, diluar dugaanku, anak-anak itu, meresponku dengan ogah-ogahan. Bahkan, mereka tetap asyik memperhatikan layar gadget.

"Kalian harus masuk ke kelas! Nanti diabsen, yang tidak mau belajar nanti saya catat namanya." ucapku sambil menunjuk mereka satu per satu seolah menandai anak yang tidak mau ikut belajar.
Anak-anak mulai terpengaruh dengan ancamanku. Beberapa segera berlari ke kelas.

"Nda mauja deh kak!" Ujar satu-satunya anak perempuan dalam gerombolan itu menolak ajakanku. Saya pun tidak menyerah. Dia tetap kubujuk untuk ikut belajar. Akhirnya dia mengalah dan ikut bersamaku ke kelas meski masih menyiratkan kesan terpaksa, namun ia tetap melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.

Anak perempuan itu, sebenarnya tampak lebih aktif dibandingkan anak perempuan lainnya. Dia duduk bertiga dengan temannya di kursi paling depan. Tepatnya, paling pojok kiri dekat tembok. Saat semua anak duduk di kursinya masing-masing dan memperhatikan penjelasan, dia malah beranjak dari kursinya dan memilih memperhatikan relawan yang asyik mencatat nama di depan kelas. Saat temannya sedang asyik mengarang, tiba-tiba dia meninggalkan tempatnya.“Betul-betul anak yang aktif, tidak bisa duduk tenang.” Ocehku asal membatin.

"Kenapa tidak menulis?" Tanyaku penuh selidik, ketika melihat dia keluar dari kolong meja.  Namun, diluar dugaan, anak perempuan itu hanya menyengir malu-malu, lalu kembali ke tempatnya dengan menggeser meja, agar bisa lewat di samping tembok. Teman sebangkunya kemudian mengadukan sikapnya yang memang seperti itu dan menyebutkan julukan yang kurang baik untuknya. 

Anak perempuan itu berhasil menarik perhatianku, meski kesan yang membekas dibenakku  'Ia sedikit bandel' tapi dia masih mendengarkanku. Dia tetap menuruti pintaku, meski ingin bebas melakukan apa pun semaunya.

Ketika anak-anak mulai beranjak meninggalkan sekolah, dan menyisahkan ruang yang lengang, lantaran sekolah mulai sepi. Kami -relawan NBS- memutuskan untuk tetap tinggal di kelas dan mendiskusikan beberapa hal, terkait persiapan di pertemuan kedua. Tiba-tiba anak perempuan itu tadi, mencoba mengisi ruang kosong di antara para relawan “Kakak...kakak... bukunya untuk mengarang toh?” Ia bertanya dengan intonasi suara yang terdengar antusias dari depan pintu kelas. Beberapa dari kami meresponnya. Lalu Ia beranjak pergi.

Sekitar 30 menit berlalu, diskusi kami berakhir. Kami menuju ke parkiran, siap untuk pulang. Anak perempuan itu kembali ke sekolah setelah berganti pakaian biasa. Ada kantong plastik putih di salah satu genggaman tangannya. Dia mendekati tong sampah yang berada di koridor kelas, membuka tutupnya dan tampak sedang mencari sesuatu. 

"Apa yang dia lakukan? Apakah sedang mencari botol dan gelas plastik?" Aku bersuara lirih, penasaran dengan apa yang dilakukannya.

Kemudian anak itu menoleh memperhatikan kami yang sedang bersiap-siap untuk meninggalkan sekolah.

"Kak, di mana rumahta?" Anak perempuan itu bertanya dengan ekspresi yang lebih bersahabat, sambil menutup tong sampah di koridor kelas.

"Rumahku di sana, setelahnya jembatan kembar!" Aku berteriak menjawabnya dari parkiran.

Anak perempuan itu, berhasil mengusik kenangan lamaku. Benar-benar telah menarik perhatianku. Dia menarik paksa diriku untuk mengingat tentang sosok teman yang terkesan layaknya anak bandel dan keras kepala. Serta, sangat blak-blakan dan tidak segan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap sesuatu, bahkan di depan guru kami. Tapi aku tetap menyukainya, dia terlihat sangat berani.  

0 comments:

Posting Komentar

Apa komentarmu? Silakan menuliskannya ^^ ...