Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 September 2016

Imam Desa Himbau Masyarakat Untuk Tidak BAB Sembarang Tempat


Pemerintah Kab.Takalar bekerjasama dengan UNICEF dan Lembaga Mitra Ibu dan Anak, sukses melaksanakan Sosialisasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Sosialisasi ini khusus untuk Imam Desa sekabupaten Takalar di Gedung PKK selama 2 hari, pada 7-8 September 2016. Kegiatan ini, diinisiasi oleh Dinas Kesehatan dan Kemenag Kab. Takalar untuk menyosialisasikan Program STBM kepada Tokoh Agama, agar mereka bisa menjadi salah satu ujung tombak dalam membantu memicu perubahan perilaku masyarakat.

“Pemuka agama/ imam desa diundang dalam sosialisasi ini, karena diharapkan bisa menyebarluaskan informasi terkait kebersihan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PH BS), sehingga dapat memicu masyarakat tidak BAB sembarangan. Program ini, merupakan program Pemerintah Kab.Takalar bekerjasama dengan UNICEF dan LemINA. Di Takalar, ada dua program yaitu STBM dan WASH in School. Dalam kegiatan ini UNICEF mempercayakan kami (LemINA) sebagai mitra untuk melaksanakan program.” Ujar Ibu Nurtang Gani, Project Manager WASH (Water and Sanitation Hygiene) LemINA saat pembukaan kegiatan.

Imam Desa diharapkan mampu menyinergikan informasi PHBS ke dalam ceramah/ khutbah agama nantinya. Melalui ceramah, imam desa bisa menghimbau dan menganjurkan masyarakat untuk menghentikan kebiasaan BABS (Buang Air Besar Sembarang) seperti di sungai, laut sawah, ladang, semak-semak dan sebagainya. Ini lantaran, BABS berdampak buruk terhadap kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, dimana dapat menjadi faktor pemicu terjadinya kenaikan angka kesakitan dan kematian secara signifikan.

“Dalam agama kita ini, kebersihan merupakan hal yang sangat penting maka bapak-bapak sebagai imam desa yang merupakan ujung tombak dalam masyarakat, kami harap bisa menyampaikan mengenai perilaku hidup bersih sehat dan pentingnya kebersihan. Kita harus bisa memberikan penyuluhan dan sosialisasi terhadap masyarakat.” Himbau Bapak Drs. Mustajab, MM, Kasi Bimas Islam Kemenag kepada seluruh Imam Desa/Kelurahan dan Kepala KUA yang hadir.

Program Sanitasi Total Berbasis masyarakat ini bukanlah program baru. Program ini, mungkin klise karena hanya mengurusi orang yang Buang Air Besar Sembarang. Kenapa organisasi dunia sangat gencar mengurusi persoalaan BABS ini? Berdasarkan data WHO, Indonesia menempati peringkat kedua di dunia sebagai negara BABS terbanyak. Ini adalah salah satu prestasi yang sangat disayangkan, mengingat di Indonesia sebagian besar penduduknya adalah muslim. Oleh karena itu kita berharap prestasi ini bisa menurun.

“Satu orang yang BABS akan memberikan dampak untuk orang sekampung. Efek sampingnya bukan hanya kita sendiri tapi orang lain, bahkan orang yang tidak pernah bersilatuahmi dengan kita sekalipun bisa terkena dampaknya, mereka bisa terkena penyakit yang dibawa oleh lalat dari kotoran manusia.” Ungkap Ibu Eveline, District Fasilitator UNICEF.

Jumat, 15 Januari 2016

Januari dan Lautan


Rencananya akan ada kunjungan sekolah di Pulau Tanakeke pada hari Kamis (14/1). Saya mengajak beberapa teman. Kak Indi dan Eka antusias ingin ikut. Kapal yang sudah deal kami tumpangi, menyanggupi akan mengantar ke Pulau dengan syarat berangkat pukul 06.30 pagi dari Dermaga Takalar Lama, agar bisa langsung pulang pada siang harinya. Jadi, kami harus berangkat dari Gowa sekitar pukul 05.30. Sayangnya, Kak Indi batal ikut karena tidak bisa jika harus berangkat sepagi itu.

Tiba-tiba malamnya, ada kabar pembatalan sepihak. Katanya cuaca kurang bagus untuk menyebrang besok pagi, jadi sekalian pekan depan saja. Saya mulai dongkol, menduga-duga banyak hal. Cuaca buruk? Bukankah itu hal wajar di bulan Januari ini? Sekarang angin musim barat, pastilah gelombang laut agak mengerikan apalagi jika hujan turun. Menurut prediksi cuaca, hingga pekan depan pun masih berpotensi hujan di wilayah Sulawesi Selatan. Jadi, tetap saja akan ada kemungkinan cuaca buruk hingga pekan depan.

Segera kuhubungi Kak Dian dan memastikan kebenaran mengenai kabar pembatalan untuk ke pulau besok.

“Kenapa baru malam begini diinformasikan kalau tidak bisa berangkat, coba dari tadi sore kita masih bisa cari kapal lain. Lagian juga kenapa bukan saya yang langsung dihubungi kalau besok batal.” Keluh Kak Dian dengan nada kecewa.

“Iya kak, saya juga baru dikabari. Padahal tadi sudah ketemu kepala sekolah dan memastikan akan berangkat hari Kamis besok.” suaraku mulai memelas.

“Tadi juga sudah deal kalau bisaji pergi pagi-pagi dan pulang siangnya. Kenapa tiba-tiba dibatalkan.” 

"Pokoknya saya harus tetap berangkat besok pagi, Kak." saya meyakinkan Kak Dian meski tetap saja kekhawatiranku jauh lebih besar.

"Iya, nanti saya coba cari info kapal dulu.” Kak Dian menyanggupi.

Kami melanjutkan percakapan via WhatsApp. 

“Seandainya bukan malam saya dapat info, saya cari memang alternatif lain.”

“Tapi biar bagaimana pun, saya harus usahakan berangkat besok pagi, Kak.” Balasku.

“Kalau tidak dapat info malam ini, mungkin terpaksa minggu depan baru bisa pergi. Soalnya kalau mau menginap kita tinggal di mana?"

“Besok hari pasar kan kak? Kapal penumpang kalau hari pasar biasanya memang tidak ada yang berangkat siang atau sore dari pulau?”

“Itu juga informasinya saya tidak tahu.”

Masih ada kesempatan mencari alternatif lain. Biar bagaimana pun harus dapat kapal pengganti. Beruntunglah kak Dian mau membantu mencarikan kapal lain yang bisa kami tumpangi. Sayangnya sampai tengah malam berchit-chat ria dan mencari informasi melalui teman. Tetap saja hasilnya nihil, kami belum mendapatkan solusi dan titik terang mengenai keberangkatan besok. Dan kabar buruknya lagi, Kak Dian yang juga berencana menemaniku ke pulau, terpaksa harus mengurungkan niat karena dia batal diliburkan, katanya besok tetap harus masuk kantor. 

Informasi mengenai waktu keberangkatan kapal ke pulau maupun sebaliknya masih abu-abu. Satu-satunya solusi paling maksimal yang bisa kami usahakan agar perjalanan ke pulau tidak ditunda hingga pekan depan yaitu besok pagi harus langsung ke dermaga  dan bernegosiasi dengan pemilik kapal yang stay di dermaga. Kukabari Eka via BBM agar membawa pakaian cadangan untuk berjaga-jaga jika kami tidak dapat kapal pulang.

Paginya saya terbangun dengan kepala pening dan mata perih.  Segera kucek layar HP, 7 panggilan tak terjawab. Duh sudah pukul 05.50 pagi. Bagaimana tidak telat kalau tidurnya sekitar pukul 2 dini hari. Aku melompat turun dan segera bergegas.  Eka sudah menunggu di depan rumah sejak 20 menit yang lalu. Kami berangkat pukul 06.10. Sekitar pukul 7 lewat kami tiba di dermaga. 

Cuaca hari ini sangat terik. Semoga tidak hujan hingga kami kembali. Kak Dian mulai bernegosiasi dengan salah satu pemilik kapal. Sedang saya dan Eka menuju warung makan untuk sarapan pagi. Kak Dian mengabarkan bahwa charter kapal untuk pulang pergi harganya Rp 700.000,  kalau mau lebih murah harus menunggu sampai jam 12  dan berangkat bersama penumpang lain sepulang dari pasar. Tapi kami tidak bisa menunggu sebab mengejar jam sekolah. Akhirnya kami sepakat menyewa kapal. Si Dana, salah seorang teman yang kami tunggu  juga sudah tiba di dermaga. 

Suasana di atas kapal saat perjalan pergi
 Kami menuju  kapal dan berangkat bertiga bersama dua nakhkoda kapal. Kami tiba di dermaga Pulau Tanakeke Dusun Tompotanah setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit. Sekolah yang kami tuju letaknya di dusun Dandedandere, itu berarti kami masih harus melanjutkan perjalanan selama 15 menit dengan kapal yang lebih kecil karena air masih surut. Setibanya di Dusun Dandedandere kami berjalan kaki sekitar 15 menit melewati empang dan sungai-sungai kecil berjembatan kayu.

Perjalanan pulang tak sedamai perjalanan pergi. Belum sampai setengah perjalanan, gelombang laut mulai agak tinggi. Saya menoleh memperhatikan ekspresi Eka dan Dana yang duduk di sebelah kanan kiriku. Jelas sekali mereka berdua sangat panik. Mereka mulai mengeratkan genggaman tangannya pada tiang kapal. Ombak menghantam badan kapal, menghempas ke kiri dan kanan. Kami seperti sedang bermain wahana roller coaster.

Suasana di atas Kapal saat perjalanan pulang
Ibuuu Ibuuuu ibuuuuu ibuuuuu…” Eka mulai berteriak. Dana juga ikut berteriak histeris karena ketakutan. Suara mereka tak kalah nyaring dengan suara hantaman ombak yang mulai mengamuk. Posisi dudukku sudah bergeser karena kapal terus terayun-ayun. Saya mulai khawatir, tetapi urung berteriak. Anehnya saya malah tertawa melihat ekspresi Eka dan Dana yang masih histeris. Air laut sudah terpercik masuk ke badan kapal.

Asiiin.” Eka berkomentar sambil mengecap saat air laut juga masuk ke mulutnya.

“Ya iyalah asin, kan air laut.” Jawabku spontan.

Tidak adapi kelihatan daratan" dengan lirih Eka menyuarakan kekhawatirannya, takut  jika harus berlama-lama lagi dihantam ombak. 

“Dana, sempat merekam momen yang tadi tidak?” Tanyaku saat kapal mulai agak tenang. 

“Tidak. Takutka. Ini habismi suaraku berteriak.” Jawab Dana dengan suara agak parau.

Akhirnya kami tiba juga di Dermaga Takalar Lama dengan perasaan sangat lega. Hari yang sangat menyenangkan, tak terkecuali pada bagian "histeris" di tengah lautan saat perjalanan pulang. Lihatlah, Januari dan Lautan tetap saja sulit diajak berdamai.

Sabtu, 24 Oktober 2015

Pulang

Panciro, 13 Oktober 2015

Sabarlah, rumah sudah dekat.

Sepanjang perjalanan, aku terus mengingat-ingat percakapan terakhir kami dan pesan-pesannya.  "Sering-seringlah datang ke sini" pintahnya sambil mengusap air di sudut matanya.

Sabarlah, rumah sudah dekat. 

Aku semakin gusar. Perjalanan pulang kali ini tampak lebih panjang.

Sabarlah, rumah sudah dekat. 

Matahari hampir terbenam. Aku berjalan lebih cepat. Beberapa orang berjalan beriringan menuju arah yang sama denganku. 

Bendera putih terpasang tepat di depan rumah. Maaf, aku datang terlambat.

Lelaki yang tak asing menyambutku di pintu masuk, tanpa berkata-kata ia langsung merangkul dan menepuk-nepuk bahuku.  Aku hanya diam  kemudian berlalu masuk ke rumah.

Rumah sudah penuh sesak dengan orang-orang terdekat hingga yang tidak kukenali sama sekali. Isak tangis dari mereka tak lantas membuatku ikut menangis. Rasanya aku sudah kebal dengan kehilangan.
This entry was posted in

Kamis, 25 Desember 2014

Wanita-Wanita Matahari

Ngubek-ngubek file foto dan ketemu folder "Temu Kangen". Ini nih salah satu momen kece di akhir tahun 2012, tepatnya 29 Desember. Semuanya masih single loh saat foto ini diabadikan, sebut saja "Wanita-Wanita Matahari" (disesuaikan dengan judul bukunya, hehe). Sekarang kita sudah berada di penghujung tahun 2014, dua tahun berlalu. Tanpa ada unsur kesengajaan dan skenario yang dibuat-buat, empat wanita di deretan atas, kompakan update status jadi "Istri-Istri Sholehah" (Alhamdulillah, Barakallaah ^^). Hmm, siapakah gerangan yang akan segera menyusul? Harap penonton mendo'akan dengan khusyuk ya, semoga Wanita-Wanita Matahari yang masih single tetap diberikan kekuatan dan keistiqomahan dalam menjaga diri dan hati (pokoknya tetap jomblo sampai halal! Hidup JOSH!), tetap semangat untuk belajar dan memantaskan diri karena Allah, serta dimudahkan dalam proses pencarian jodohnya dan segera update status juga di tahun 2015. Aamiin ya Rabbal Alamiin. 

#Anggap saja catatan ini sebagai harapan tersurat dari pemilik blog.


“Cinta tidak mengenal ruang dan waktu. Dia akan selalu menjadi pemenang.” 
~Aisyah Qahar, Wanita-Wanita Matahari~


This entry was posted in

Sabtu, 13 Desember 2014

Mimpi Dibangun Di Atas Semangat Berlapis

Hujan membasahi bumi Gowa sejak kemarin. Tapi haruskah menjadi penghalang langkahku hari ini?. Karena hujan tak pantas menjadi
alasan yang bisa menggagalkan rencana hebat kita, kan?.

Bagaimana pun wajah yang ditampilkan bumi, pokoknya hari ini harus tetap semangat ke sekolah untuk mengisi pertemuan ke 5 NBS.  Agar menghindari risiko basah kuyup, saya memutuskan berdamai dengan diriku untuk melakukan hal yang
berbeda, berjalan kaki memakai payung. Tidak seperti Sabtu-sabtu
sebelumnya diantar dengan motor.

Dua puluh menit waktuku, kunikmati dengan berjalan santai dari rumah ke sekolah. Saya tiba di sekolah
ketika semua anak sudah berada di dalam kelas mereka. Terlihat Wali kelas IV masih berdiri di depan kelas sambil memberi pengarahan kepada anak-anak.

Di luar kelas, tampak dua orang relawan yang lebih dulu tiba. Masih
menunggu di koridor depan kelas. Keduanya terlihat sangat panik
dan khawatir, itu tampak jelas dari
ekspresi mereka yang masam dengan senyum dipaksakan. Salah seorang masih berusaha menghubungi relawan lain yang sepertinya terhalang
hujan dan membuatnya bakal hadir tak tepat waktu.

Sebenarnya, sejak dua pekan lalu, kami merencanakan untuk mengisi pertemuan kali oni dengan menonton film dan menuliskan kembali ceritanya. Menurut kami, zangat tidak kondusif untuk menghandle anak-anak yang “sangat aktif” untuk story telling.

Relawan yang bertanggungjawab
menyiapkan peralatan, belum kunjung datang. Rencana B pun dijalankan. Kami kembali mengarang seperti biasa, dengan tema lingkungan
sekolah.

Pertemuan kali ini, menyadarkan kami bahwa keadaan tim sedang dalam kondisi yang memprihatinkan,
yang membuat beberapa relawan menampakkan kekesalan.

Salah satu masalah yang urgent untuk diperbaiki adalah koordinasi dan komunikasi dalam tim, yang terasa kurang maksimal. Saya dapat merasakan bahwa kami belum sepenuhnya berada pada frekuensi yang sama. Istilah kerennya chemistry-nya belum dapat.

Namun, menurutku inilah yang membuat program NBS akan semakin menarik. Ibarat menjadi anak sekolah, setiap akan naik kelas pasti ada ujian yang harus dilalui terlebih dahulu.

Semoga, masalah itulah yang membuat kami lebih peduli dan sadar bahwa kami tidak bisa berbuat apa-apa tanpa siapa pun. Untuk berjalan dan berlari jauh dalam waktu singkat, kita sulit mencapainya jika hanya dengan satu kaki.

Karena mimpi seharusnya dibangun dari semangat yang berlapis dari para relawan NBS. Agar semua mimpi kecil adik-adik yang mengikuti program ini, sedikit demi sedikit dapat terwujud.

"Jangan sampai kekesalan kecil mengubah kebaikan hati kita. Tetaplah baik dan positif thinking, meski imiian dibangun di atas beberapa cobaan." (Anonim)

Editor: Indah Febriany

Selasa, 14 Oktober 2014

Seru, Menegangkan, Tetapi Keren-NBS Part 2

Hari Sabtu, 11 Oktober 2014, merupakan pertemuan perdana NBS part 2. Untuk wilayah Gowa, kami masih mendapatkan sekolah yang sama dengan NBS part 1, yakni SDN Sungguminasa IV. Relawan yang berkesempatan hadir pada hari itu, ada 8 orang, masing-masing 4 orang dari Tim C dan D. Kami mendampingi kelas gabungan IV A dan B.

Tepat pukul 11.15 wita, seharusnya waktu istirahat para siswa sudah berakhir. Namun, suasana sekolah masih ramai. Anak-anak masih berkeliaran di luar kelas, sebagian bermain di lapangan sekolah, ada yang berlalu lalang di koridor, dan sebagiannya lagi masih memilih duduk-duduk di depan kantin. Sempat terpikir, adakah yang istimewa hari ini? Hingga semua siswa-siswi masih sangat antusias berada di luar ruang kelas. Ternyata hari ini, bertepatan dengan prosesi penarikan guru PPL, pantas saja jam belajar kurang diminati.  
Tapi, syukurlah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya beberapa bangku di ruangan kelas IV sudah mulai terisi, meski masih lebih banyak yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Kami memutuskan untuk masuk ke kelas, sementara beberapa relawan lainnya berinisiatif untuk mencari anak kelas IV yang masih berada di luar kelas.

Setelah bersusah payah, kami berhasil mengumpulkan siswa kelas IV yang berjumlah 60 anak dan memulai kegiatan NBS 2014. Suasana kelas cukup riuh, itulah sebabnya kami membutuhkan sedikit waktu untuk menguasai kelas, sehingga bisa memfokuskan perhatian anak-anak. 

Relawan yang mendapatkan tugas pada pertemuan perdana ini, yakni Nabila, Hendra dan Samsir. Nabila mengemban tanggung jawab untuk mengisi sesi perkenalan, Hendra melanjutkan sesi terpenting yakni menjelaskan, bagaimana cara mengarang cerita dari gambar yang mereka lihat?, sedangkan Samsir memberi instruksi dan membagi anak-anak ke dalam beberapa kelompok.

Semua relawan bertugas untuk mendampingi anak-anak di setiap kelompok. Selanjutnya, anak-anak dibagikan gambar dan kertas kosong. Proses menulis dimulai dengan penuh antusias, meski ada sejumlah anak yang enggan mengarang dengan beragam alasan. Inilah tugas terpenting dari kami, yakni memastikan proses belajar menulis berjalan sesuai dengan rencana dan memberikan motivasi pada anak-anak yang tidak memiliki keinginan untuk mengikuti kegiatan menulis.

Sejumlah kendala tidak lantas membuat proses Nulis Bareng Sobat, tidak berjalan menyenangkan. Justru sebaliknya, kami merasa mendapatkan tantangan tersendiri, dikala sejumlah anak mulai kehabisan ide untuk ditulis. Kondisi kelas semakin menarik, ketika setiap relawan mendapatkan kesempatan untuk memilih satu anak yang dinilai hasil tulisannya paling bagus. Anak yang terpilih, berhak mendapatkan reward berupa gambar paper craft.

Suasana kelas sedikit gaduh, ketika seorang anak yang tidak terpilih tampak kecewa dan bergegas meninggalkan kelas yang diikuti sejumlah siswa lainnya. Namun, untungnya mereka kembali masuk ke kelas, setelah mengetahui bahwa diakhir pertemuan, kami akan membagikan buku mengarang. Tetapi, sebelum dibagikan buku mengarang, Samsir menginstruksikan anak-anak untuk membaca do'a, sebelum mengakhiri pertemuan perdana NBS 2014 part 2. 

Proses pembagian buku berlangsung ricuh. Ini lantaran, hanya Anak-anak yang mengumpulkan karanganlah yang akan mendapatkan buku mengarang. Syaratnya cukup dengan menukarkan karangan mereka dengan buku ke relawan pendamping yang bertugas. Ada beberapa siswa yang tadinya enggan untuk menulis, akhirnya memutuskan untuk memulai menulis dengan tergesa, ini lantaran takut tidak kebagian buku. 

Perjuangan kami, masih akan terus berlanjut hingga enam bulan ke depan. Bisa dipastikan pengalaman yang akan kami temui di setiap pertemuan berbeda, tentunya akan berbeda. Semangat teman-teman Sobat LemINA. Tetaplah menjadi relawan yang melakukan hal kecil, untuk mendapatkan efek yang besar di masa yang akan datang, guna kemajuan generasi penerus bangsa. 

Editor: Indah Febriany

Senin, 13 Oktober 2014

Anak Pemberani


Aku beranjak meninggalkan kelas, hendak mencari anak-anak kelas IV yang masih berkeliaran.
"Kamu kelas empat?" tanyaku pada siswa yang masih berlalu lalang di koridor sekolah.

"Iya, kak." dia menjawabku cepat.

"Masuk ke kelas, anak kelas empat belajar! Mana teman-temanmu yang lain?"

"Itu sana kelas empat." Seraya memberikan isyarat ke sejumlah anak yang masih asyik duduk di depan kantin.

Aku bergegas menuju kantin. Beberapa anak berseragam pramuka sedang mengelilingi anak laki-laki tanpa seragam yang berbadan lebih besar. Tampaknya mereka sedang asyik memperhatikan permainan dari layar gadget yang dipegang anak laki-laki itu.

"Siapa yang kelas empat?" Suaraku mengalihkan perhatian mereka. Beberapa anak menyahut dan mengacungkan tangan.

"Ayo, ke kelas. Kalian belajar!" Ajakku dengan suara lebih tegas. Namun, diluar dugaanku, anak-anak itu, meresponku dengan ogah-ogahan. Bahkan, mereka tetap asyik memperhatikan layar gadget.

"Kalian harus masuk ke kelas! Nanti diabsen, yang tidak mau belajar nanti saya catat namanya." ucapku sambil menunjuk mereka satu per satu seolah menandai anak yang tidak mau ikut belajar.
Anak-anak mulai terpengaruh dengan ancamanku. Beberapa segera berlari ke kelas.

"Nda mauja deh kak!" Ujar satu-satunya anak perempuan dalam gerombolan itu menolak ajakanku. Saya pun tidak menyerah. Dia tetap kubujuk untuk ikut belajar. Akhirnya dia mengalah dan ikut bersamaku ke kelas meski masih menyiratkan kesan terpaksa, namun ia tetap melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.

Anak perempuan itu, sebenarnya tampak lebih aktif dibandingkan anak perempuan lainnya. Dia duduk bertiga dengan temannya di kursi paling depan. Tepatnya, paling pojok kiri dekat tembok. Saat semua anak duduk di kursinya masing-masing dan memperhatikan penjelasan, dia malah beranjak dari kursinya dan memilih memperhatikan relawan yang asyik mencatat nama di depan kelas. Saat temannya sedang asyik mengarang, tiba-tiba dia meninggalkan tempatnya.“Betul-betul anak yang aktif, tidak bisa duduk tenang.” Ocehku asal membatin.

"Kenapa tidak menulis?" Tanyaku penuh selidik, ketika melihat dia keluar dari kolong meja.  Namun, diluar dugaan, anak perempuan itu hanya menyengir malu-malu, lalu kembali ke tempatnya dengan menggeser meja, agar bisa lewat di samping tembok. Teman sebangkunya kemudian mengadukan sikapnya yang memang seperti itu dan menyebutkan julukan yang kurang baik untuknya. 

Anak perempuan itu berhasil menarik perhatianku, meski kesan yang membekas dibenakku  'Ia sedikit bandel' tapi dia masih mendengarkanku. Dia tetap menuruti pintaku, meski ingin bebas melakukan apa pun semaunya.

Ketika anak-anak mulai beranjak meninggalkan sekolah, dan menyisahkan ruang yang lengang, lantaran sekolah mulai sepi. Kami -relawan NBS- memutuskan untuk tetap tinggal di kelas dan mendiskusikan beberapa hal, terkait persiapan di pertemuan kedua. Tiba-tiba anak perempuan itu tadi, mencoba mengisi ruang kosong di antara para relawan “Kakak...kakak... bukunya untuk mengarang toh?” Ia bertanya dengan intonasi suara yang terdengar antusias dari depan pintu kelas. Beberapa dari kami meresponnya. Lalu Ia beranjak pergi.

Sekitar 30 menit berlalu, diskusi kami berakhir. Kami menuju ke parkiran, siap untuk pulang. Anak perempuan itu kembali ke sekolah setelah berganti pakaian biasa. Ada kantong plastik putih di salah satu genggaman tangannya. Dia mendekati tong sampah yang berada di koridor kelas, membuka tutupnya dan tampak sedang mencari sesuatu. 

"Apa yang dia lakukan? Apakah sedang mencari botol dan gelas plastik?" Aku bersuara lirih, penasaran dengan apa yang dilakukannya.

Kemudian anak itu menoleh memperhatikan kami yang sedang bersiap-siap untuk meninggalkan sekolah.

"Kak, di mana rumahta?" Anak perempuan itu bertanya dengan ekspresi yang lebih bersahabat, sambil menutup tong sampah di koridor kelas.

"Rumahku di sana, setelahnya jembatan kembar!" Aku berteriak menjawabnya dari parkiran.

Anak perempuan itu, berhasil mengusik kenangan lamaku. Benar-benar telah menarik perhatianku. Dia menarik paksa diriku untuk mengingat tentang sosok teman yang terkesan layaknya anak bandel dan keras kepala. Serta, sangat blak-blakan dan tidak segan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap sesuatu, bahkan di depan guru kami. Tapi aku tetap menyukainya, dia terlihat sangat berani.  

Sabtu, 05 April 2014

Membudayakan Menulis Sejak Dini

Pesan singkat dan status facebook dari salah seorang relawan menjadi pemantik semangat untuk aktivitas hari ini: 
"Kita semua adalah sumber daya bagi Indonesia. 
Kirim semangat #PadamuNegeri untuk Relawan anak LemINA 
yang hari ini akan silaturrahim bersama guru dan
Nulis Bareng Sobat kecil kita di Sekolah Dasar. 
Dampingi mereka belajar menulis, agar kelak mereka 
akan menuliskan sejarah indah negeri ini." Bunga.


Hari ini adalah sabtu spesial. Siang tadi, tepat pukul 11.00 WITA. Di depan gerbang SDN Sungguminasa IV, seorang anak perempuan  tersenyum dan mendekatiku setelah melihatku sibuk mengutak-atik HP. 

"Kak, siapa yang kita cari?"

"Tidak adaji dek. Saya menunggu teman" aku tersenyum, meresponnya sambil membalas pesan dari teman yang kutunggu.

"Mau buat apa kak? mengajar ya?"

"Iya, sebentar mau mengajar menulis. Kamu kelas berapa?"

"Kelas 5, kak."

"Sayang sekali, kelas menulisnya cuma untuk kelas 4."

"Kakak yang pernah datang waktu Kelas Inspirasi 'kan?"

"Iya, kamu masih ingat?" Aku sumringah, ternyata masih ada yang mengingatku.

Lalu dengan antusias dia melanjutkan ceritanya tentang Kelas Inspirasi dan  para inspirator hebat yang menginspirasinya. Kami bernostalgia membahas hal yang mengesankan dari Kelas Inspirasi. Beruntunglah, momen menunggu kali ini terlewati dengan menyenangkan. Sekitar 15 menit berlalu, satu per satu tim pengajar "Nulis Bareng Sobatku" yang kutunggu tiba di lokasi. 

Nulis Bareng Sobatku merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh Lembaga Mitra Ibu dan Anak (LemINA) sebagai bentuk aktivasi Kelas Inspirasi. Kegiatan ini bertujuan untuk membudayakan menulis sejak dini dan mengakrabkan anak-anak dengan dunia literasi. Kegiatan ini rutin dilaksanakan dua pekan sekali di setiap sabtu selama 12 kali pertemuan. Lokasi kegiatan ini ialah beberapa Sekolah Dasar yang turut berpartisipasi dalam Kelas Inspirasi Sulawesi Selatan (Khusus Makassar, Gowa, dan Takalar). Untuk Kabupaten Gowa, lokasinya di SDN Sungguminasa IV dan ditangani oleh tim pengajar sebanyak 5 orang (Thya, Athifah, Dhila, Hendra, dan Samsir).

Setelah pelajaran KTK, Ibu Nismayanti, wali kelas IV B mempersilakan kami memulai kegiatan menulis ini. Kami memulai dengan perkenalan singkat. Saling tebak-menebak nama. Dan mereka menebak tiga nama dengan tepat. Mereka sangat menakjubkan! 

Setelah perkenalan, anak-anak mulai rileks mengikuti kelas menulis. Sebelum memulai materi, kak Samsir memperlihatkan beberapa majalah anak dan novel karya anak-anak seumuran mereka. Dan hal itu cukup menarik perhatian mereka.

Di kelas perdana ini, kami membahas tentang bagian-bagian tubuh dan fungsinya. Mereka diajak mengidentifikasi dan menuliskan jenis bagian tubuh  yang mereka dengar dari cerita pendek yang dibacakan oleh kak Samsir. Selanjutnya mereka mencoba memikirkan dan mencari tahu apa saja fungsi dari setiap bagian tubuh yang mereka tulis.

Kelas semakin riuh saat mereka kehabisan akal untuk menebak beberapa fungsi bagian tubuh. Mereka mulai mondar-mandir, satu per satu  menanyakan beberapa fungsi tubuh yang tak lazim untuk mereka.

Apa fungsi lutut, kak? | Apa fungsi wajah, kak? | Apa fungsi dagu, kak? | Apa fungsi bahu, kak? | Apa fungsi punggung, kak? | Apa fungsi otot, kak? | Apa fungsi pipi, kak? | Apa fungsi dahi, kak? 

Sungguh, pertanyaan-pertanyaan yang menggemaskan. Setelah semua pertanyaan dijawab dengan jawaban-jawaban aneh tapi masuk akal, akhirnya sesi kelas menulis berakhir bahagia. Ditutup dengan do'a bersama.

Sampai bertemu dipertemuan berikutnya dan bersiaplah dengan kejutan spesial lainnya.

 ~***~

Kita terlalu kecil untuk bisa tahu kebesaranNya dalam waktu singkat. 
Belajar itu setiap saat, tidak hanya sesaat.

Minggu, 22 Desember 2013

Membincangkan Kehidupan di Pulau Miangas

Kehidupan lebih nyata dari pendapat siapa pun tentang kenyataan.  
(Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa) 

Berpikirlah dan lakukanlah apa pun sesuka hati. Ciptakan kisahmu, nikmati hidupmu dan tuliskanlah ke dalam catatan yang bisa mengenang sejarahmu. Awalnya aku bersusah payah memikirkan satu dari ribuan hal penting yang akan kutuliskan terkait Pulau Miangas. Terlalu banyak hal penting yang kami temui selama di Miangas dan sayang sekali jika tidak kuceritakan di sini.  Jadi, secara gamblang saya akan menceritakan beberapa hal yang perlu kalian ketahui tentang Miangas. 

25 Juni 2013. Pulau Miangas, Sulawesi Utara, Indonesia. (Dokumen Pribadi)
Pulau eksotis, dikelilingi hamparan lautan biru yang sangat jernih dengan pantai pasir putih. Tanahnya subur, ditumbuhi banyak pohon kelapa. Pulau paling utara Negara Kesatuan Republik Indonesia, perbatasan Filipina-Indonesia. Itulah Pulau Miangas, yang luasnya hanya sekitar 210 ha atau sekitar 3.15 kilometer persegi. Pulau yang bisa kami jejaki setelah melalui perjalanan udara, darat, dan laut selama empat hari dari Makassar. Untuk transportasi antar pulau, penduduk Miangas biasa mengandalkan Kapal Perintis. Selama saya berada di Miangas, satu-satunya kapal yang merapat di dermaga Miangas dengan jadwal paten sekali sepekan hanyalah Kapal Perintis KM.Meliku Nusa.

Di Pulau Miangas, kami (Mahasiswa KKN Tematik UNHAS Gel.85) “mengabdi” selama sebulan, terhitung sejak 25 Juni hingga 23 Juli 2013. Di sana, kami 74 orang disebar ke rumah penduduk, sekitar 2-4 orang per rumah. Namun ada pengecualian untuk 9 orang teman (nine brothers), mereka tinggal serumah paling banyak serta ada 4 orang teman yang tinggal di posko induk. Kami tinggal bersama keluarga baru dengan marga yang beraneka ragam: Awalla, Bawala, Hama, Lantaa, Lupa, , Manus, Mambu, Mangoli, Palense,  Parenta,  Pogo, Wudu.

Saya sendiri bersama dua orang teman (Nur Shima-Sastra Inggris dan Nurfaidah-Hukum) tinggal dengan keluarga bermarga Wudu. Kami tinggal bersama papa  (Hendrik Wudu, lebih akrab disapa Bang Tejo oleh teman-teman), mama (Kartini Taringanen, lebih akrab disapa “Ibu Negara”), dan satu adik perempuan kelas 5 SD bernama Friscillia Dwita Wudu. Mendapat keluarga baru merupakan salah satu hal menyenangkan yang kami peroleh di Miangas. Terlebih lagi Mama dan Papa angkat kami sangat welcome dan dengan senang hati mau direpotkan oleh kami. “Jangan malu-malu dek, anggap saja rumah sendiri”. “Jangan malu-malu dek, kalau malu ada hati”. Itu dua kalimat pamungkas yang berulang-ulang diucapkan mama dan papa saat kami terlihat kikuk.

Penduduk Miangas mayoritas penganut Kristen Protestan. Tapi jangan khawatir, di sana kami hidup rukun meski berbeda suku dan agama sebab kami tahu cara menghargai saudara setanah air. Masyarakat Miangas bersahabat dengan anjing, bahkan anak-anak pun kerap kali bermain-main hingga memeluk dan menciuminya. Jadi, jangan heran jika banyak anjing yang berkeliaran di lingkungan penduduk, bahkan bisa dengan leluasa keluar masuk ke rumah penduduk. Meski sebagian besar anjing di Miangas jinak, untuk pendatang baru, kalian patut berhati-hati dengan anjing yang berkeliaran. Sebab ada beberapa anjing yang masih “aware” terhadap orang baru. Saya pun pernah digonggongi  saat berjalan menuju sekolah dan saat bertandang ke rumah tetangga. “Dia memang sering menggonggongi orang yang baru kak, biasanya tidak begitu sama orang yang sudah sering ke sini” jelas anak tetangga yang waktu itu kudatangi.

Di Miangas sudah ada kendaraan (sepeda, motor, montrada-motor roda tiga, kaisarmotor dengan gerobak penumpang, mobil pikap), tapi sebagian besar penduduk masih beraktivitas dengan berjalan kaki. Selama di sana pun saya tidak pernah naik kendaraan, ke mana-mana hanya berjalan kaki. Dari rumah ke posko induk KKN UNHAS yang letaknya di samping POSAD (Pos Angkatan Darat), ke dermaga, ke pantai (racuna, lobo, merah, wolo), ke liang (tempat cuci pakaian yang airnya pasang di pagi hari dan kembali surut di sore hari), ke mushollah POSAL(Pos Angkatan Laut), ke gunung ota/gunung keramat, ke kebun, ke sekolah, ke puskesmas, ke pendopo, dan kemana pun itu, kutempuh hanya dengan berjalan kaki.

Penduduk Miangas masih melestarikan budaya saling sapa. Setiap kali kami berpapasan di jalan atau  melintasi rumah-rumah yang di depannya ada warga yang duduk santai, kami selalu bertegur sapa, memberi salam “selamat pagi/siang/sore/malam” dan saling melempar senyum. Saling sapa menjadi salah satu cara untuk menjalin hubungan sosial dengan penduduk Miangas. Secara alami kami seperti membangun ikatan emosional. Jadi tidak ada ruginya membiasakan diri untuk bertegur sapa meski kita tidak saling mengenal nama. Ini hal yang sederhana tapi jangan menyepelekannya sebab budaya saling sapa bukanlah basa basi sosial semata.

Untuk kegiatan perekonomian, beberapa penduduk Miangas masih ada yang melakukan barter dengan orang Filipina. Kata papa angkatku, orang Filipina suka jika mendapatkan barang barter berupa sabun detergen, sebab mereka butuh untuk dipakai mandi. Biasanya detergen ditukarkan dengan minuman soda yang jumlahnya fariatif (2-3 botol), kadang ada juga yang harga teman (terima barang dengan jumlah seikhlasnya yang diberikan teman). Di Miangas, harga jual barang di warung (di Miangas pasar belum ada, hanya ada warung) mencapai dua kali lipat harga di Makassar.

Penduduk Miangas sangat gemar berolahraga, baik itu bola voli, takraw, bulu tangkis, basket, maupun sepak bola. Hampir seluruh kalangan sangat gemar berolahraga, mulai dari yang muda sampai yang tua. Mereka rutin berolahraga di sore hari. Tak heran jika Bidadari Surga-tim voli putri kami dikalahkan oleh tim voli warga lokal dalam ajang Pertandingan Olahraga Voli yang diadakan oleh KKN Tematik UNHAS Gel.85 bekerja sama dengan Pemuda Miangas. “Ya wajar saja kalau tim KKN UNHAS kalah, yang dilawan 'kan orang sini yang sudah sering sekali main voli” komentar Oma (nenek yang tinggal di dekat rumah) saat pertandingan usai.

Selain gemar berolahraga, penduduk Miangas juga gemar mengonsumsi minuman keras (Cap Tikus, dsb) hingga mabuk-mabukan. Mereka memiliki gaya hidup yang sangat kontras, saling bertolak belakang. Aku punya cerita soalan orang yang mabuk di Miangas. Pernah, saat aku berjalan dengan seorang anak kelas 4 SD, ia berkomentar saat melihat seseorang yang dikenalinya berjalan di depan kami, “Kakak, itu kita pe om, dia orangnya baik, kalau lagi bagate (mabuk) dia biasa bagi-bagi uang Rp 50.000”. Aku terbahak mendengar ceritanya. Ada-ada saja ya tingkah orang mabuk. Selain itu, untuk para wanita, kalian harus berhati-hati saat seseorang (bermata merah dan beraroma alkohol) mengajak kalian berjabat tangan. Kalian patut waspada dan sebaiknya menolak dengan sopan sebab pernah ada teman yang “terjebak” berjabat tangan dengan orang mabuk hingga tangannya sangat lama digenggam. 

Selain kebiasaan saling sapa, barter, konsumsi minuman keras, dan berolahraga, Miangas juga identik dengan cerita mistis. Kalau bercerita tentang hal mistis, hampir semua masyarakat Miangas mafhum dan percaya. Soalnya masih ada masyarakat yang biasa melihat penampakan hantu bahkan sampai dikejar-kejar hingga kewalahan. Papa angkatku bahkan sering berpesan, “Jangan berani keliling kampung sendirian. Mama di sebelah saja pernah di bawa sama penghuni pulau sampai tersesat, apalagi kalian yang masih baru di sini”.  Ada beberapa kawasan di Pulau Miangas yang dianggap angker. Pernah juga adik angkatku menyeletuk perihal salah satu keluarga yang meninggal dunia karena diguna-gunai dengan ilmu hitam. Masih banyak cerita mistis dan ghaib di Miangas , sayang saya selalu tidak punya nyali untuk mengoreknya lebih dalam.

Sabtu, 29 September 2012

Topsy Kretts: tulisan berantai


Alhamdulillah..Akhirnya tulisan berantai TopsyKretts (Top Secret) ini tuntas juga.
First of all, saya mau ngucapin syukran jiddan sama ibu guru Dina Desriany yang sudah menganugrahkan PR terindah ini. soalnya ini satu-satunya PR yang berhasil membuat saya bernostalgia.

Tulisan berantai ini sebenarnya diberikan sejak 3 bulan lalu. Saya dapat PR ini pas lagi di posko PBL, jadi gak bisa langsung diselesaikan. Ditunda deh. Eh ujung-ujungnya malah kelupaan dan baru sekarang dikerjakan.

Sebelum masuk ke sesi buka-bukaan rahasia, saya mau kasih black note alias rules tulisan berantai ini.
These are the rules:
  1. Penerima Topsy Kretts  harus membeberkan  5 rahasia (barang penting) dalam bentuk tulisan
  2. Harus melanjutkan Topsy Kretts ini ke 5 blogger lainnya
So.. sudah pada siap kan menyambung rantai Topsy Kretts ini??

Ehem.. ini giliran saya, 5 barang rahasia (baca: penting)..

         tok tik tik tak tok tik tuktok . . .

1.Bros "SmileySun"
Ini brosku yang pertama, hadiah spesial dari mama ^_^ . Dikasihnya waktu masih SD, jadi maklumlah kalau bentuknya unyu-unyu. Tapi saya tetap suka karena mataharinya tersenyum. Sudah hampir 10 tahun di simpan. Tapi sayangnya sudah rusak, jadi gak bisa dipakai lagi. Ada yang bisa memperbaikinya? Hehe

2.Gantungan Kunci
Barang yang satu ini dikasih sama teman sekolah, sekitar 7 tahun lalu . Tapi cuma kerangnya saja. Katanya dia sengaja kasih kerang buat tambahan bahan baku handmadeku.  karena setahu dia, saya suka buat kerajinan tangan.  Dan akhirnya dijadikan gantungan kunci. Kerangnya  saya yang lubangi sendiri,  asli handmade loh! Sampai-sampai tangan saya lecet sana sini demi menyulap si kerang jadi gantungan kunci #curhat.

3.Jam tangan “Lovely Rose
Jam tangan ini favorit saya juga. Paling sering dipakai ke mana-mana, setia deh pokoknya. Yang spesial dari jam tangan ini adalah mawarnya.

4.Laptop “The Green warriors"
Kalau yang satu ini paling setia diajak bersuka duka ria. Teman ngedate, teman banting tulang, teman begadang,teman belajar, teman ketawa-ketiwi, teman mewek. Pokoknya teman yang paling kece sedunia deh. Si prajurit hijau :*

5.Flashdisk
Ini nih FD yang paling langganan di ajak ngampus. Sasaran empuk buat transfer data-data, mulai dari yang paling penting sampai yang paling absurd. My Hero, si Naga Bonar.

Dan 5 blogger beruntung  yang mendapatkan Topsy Kretts ini adalah
1. Puspita , Sekuntum Bunga
4. Kak Uty,  Hijau Putih
5. Mutiah, Goresan Pena

Cuma muat 5 tempat nih padahal masih banyak yang mau dibagikan. Rantai Topsy Krettsnya dilanjutkan ya ^_^ 


This entry was posted in

Sabtu, 01 September 2012

Pernah Memikirkannya?


"Sebenarnya aku bingung apa yang terjadi antara kita.
aku butuh waktu memikirkannya.
Tidak apa-apa 'kan?"

Ini kutipan yang kudapat dari halaman buku di rak toko tempo hari.


 Apa yang terjadi antara kita?
Pernah memikirkannya? 
Ah sudahlah, tidak usah dijawab.

Cukuplah bingung diakhiri dengan tidak memikirkan apapun yang terjadi antara kita.