Kamis, 08 Agustus 2013

Di Hari Lebaranku


di hari lebaranku
Suara-suara takbir masuk ke celah-celah kamar
menggema sampai ke gendang-gendang telinga yang berselimut

Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Meski tanpa kamu di hari lebaranku
Aku tetap akan bersorak
Biar gema-gema takbir juga sampai ke telingamu

Meski tanpa kabarmu di hari lebaranku
Aku akan tetap melantunkan do'a
Biar maaf dan sesal yang tak sempat kusuarakan
Juga sampai ke hatimu


Taqabbalallahu mina wa minkum
Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Selamat Idul Fitri 1434

Selasa, 06 Agustus 2013

Ungkapan Cinta

"Semoga perasaan-perasaan yang kalian titipkan 
bisa mempertemukan kita untuk kali kedua"

Lirung, 24 Juli 2013
Kau tahu rasanya saat pertama kali menemukan hal yang paling dirindukan? Tentu kau akan girang karena bahagia atau mungkin dadamu terasa sesak karena haru. Ya, setidaknya seperti itulah perasaanku saat menemukan masjid dan bisa mendengarkan lantunan adzan melalui pengeras suara setelah sebulan “terasingkan”.

Setibanya di depan masjid, anak laki-laki berkaos kuning dengan sarung shalatnya, menyambut kami dengan pertanyaan dan ocehan polosnya,

“Ada yang bukan agama Islam”
“memang kenapa?”
“yang bukan Islam tidak boleh masuk”
“oh iya, semuanya Islam” aku menjawab setelah memastikan teman disekitarku semuanya muslim.
“perempuan juga jangan masuk lewat sini”
“terus kalau saya mau masuk? Lewat mana?”
“Lewat pintu yang di samping”
“jalannya lewat mana?”
“di situ” dia menunjuk arah jalan yang tertutup tirai.
“ooh, iya” aku mengangguk dan bergegas meninggalkannya. Anak itu betul-betul cerewet ya, batinku.

Setelah shalat maghrib, anak itu  kembali  mengoceh panjang lebar dan memamerkan buku cerita tentang siksa nereka.

Sebelum kembali ke dermaga,  kami berpamitan dengan ibu yang menyiapkan hidangan buka puasa dan anaknya si cerewet yang belakangan baru kutahu bernama Najar.

“kakak… kakak..” si anak cerewet itu berteriak memanggilku.
“ya… saya?” aku menoleh sambil mengarahkan telunjuk ke wajahku dengan ekspresi heran.
“iya, ini kak dia menyodorkan lipatan kertas ke tanganku.
“ini apa?”
“jangan dibuka di sini” dia berpesan dengan malu.

Tapi berhubung karena penasaran, jadilah aku membelakanginya lalu kertasnya kubuka di tempat.

Isi kertasnya hanya ada dua kata: Kakak  & Najar serta gambar love dibingkai persegi.
Jleb! Eh? Ini surat cinta ya? Ternyata anak ini pandai “bertingkah manis” juga ya.

Aku berbalik dan tersenyum ke arahnya.  




Miangas, 15 Juli 2013
kak athifah kemarin kenapa tidak ke posko?” tanyanya dengan nada kecewa
“iya, kakak kemarin seharian tinggal di rumah.”
“Saya cari-cari tapi tidak ada. Padahal saya mau main. Karena tidak ada kak athifah, saya jadi sendirian, tidak ada teman main”
“loh? Kakak Mawar tidak diajak main? ‘Kan banyak teman-teman lain”
“tapi saya lebih suka main sama kak athifah”
“maaf ya… kemarin kakak malas keluar rumah. Lain kali kamu yang ke rumah ya, biar mainnya di rumah saja”
“yau maapulunu kak athifah”
Aku hanya diam mendengarnya
“kak athifah tahu artinya?” dia bertanya untuk memastikan aku paham maksud ucapannya.
“iya, kakak tahu” aku menjawabnya sambil tersenyum.
“aku cinta kak athifah dia kembali mengulangnya dalam bahasa Indonesia.
Aku membalasnya dengan senyuman.
“Dari semua kakak kakak, aku paling suka kak athifah” ungkapnya.
“kakak juga suka sama santa”

Santa adalah anak perempuan kelas 4 SD yang kutemui saat perjalanan menuju Miangas, 23 juni 2013 di K.M.Meliku Nusa. Katanya dia dari Bitung menemani kakeknya menjual kopra. Anak manis yang mau bersusah payah mencarikanku kardus bekas untuk kupakai alas tidur. Dia tipikal anak yang pencemburu, saya paling suka melihat ekspresinya saat melihat teman-temannya yang lain berebut untuk bermain denganku.“saya ‘kan yang lebih duluan kenal sama kak athifah, waktu di kapal kakak tidak bisa tidur karena alasnya sempit”.


Aku selalu suka dengan anak-anak. Dari kepolosan mereka, aku banyak belajar bagaimana mengungkapkan kejujuran tanpa merasa takut tersakiti. Hakikatnya jujur itu menyenangkan, yang tak siap menerima kenyataanlah yang menganggap jujur kadang menyakitkan.