Sabtu, 27 Oktober 2012

Masa Lalu




Kau sebut kita masa lalu
Agar aku ingat,
masa lalu pernah memisahkan kita tanpa salam

Kau sebut kita masa lalu
Agar aku tahu,
masa lalu tetap menyimpan cerita tentang kita

Kau sebut kita masa lalu
Agar aku sadar,
hanya masa lalu yang bisa mempertemukan kita

Tapi, mungkinkah ada waktu untuk kita kembali bertemu?
Tidak hanya sebatas masa lalu?

Jumat, 12 Oktober 2012

Episode Pengaduan: Sketsa Buram


Dalam catatan ini,
Bersama malam dan larutnya...
Pada-Mu kembali kutitipkan inisial  yang sama.
Berharap ia baik-baik saja dalam penjagaan-Mu.

Bagiku, cukuplah Pada-Mu aku mengadu...
 sebab hanya Engkaulah yang mengenal hatinya seutuhnya, 
 
"...bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, ..." Al-Baqarah: 186

sengaja menyebutnya inisial, 
karena aku sendiri masih belum begitu jelas menerka warnanya, 
seperti sketsa buram.

Rabu, 03 Oktober 2012

Air Mata Kegembiraan #2



Aku juga masih ingat ketika kami pergi mengunjunginya di rumah sakit. Di samping pembaringannya, ayahku membimbingku. Ia berkata kepada ibu: "ini dia Arwa." Ibu memelukku dan menciumku, kemudian memeluk adikku."
   Air matanya bercucuran, sambil menekan tanganku yang kecil dan menciumnya dengan kuat. Setiap hari suaranya mengetuk pendengaranku. Suara terakhir yang kudengar darinya adalah: "Aku titipkan kalian berdua kepada Allah yang tidak pernah menyia-nyiakan titipan disisiNya." kemudian dia terisak menangis dan menutup wajahnya.
Mereka mengeluarkan kami dari kamarnya, sementara kami terus menangis, berlinang air mata… kamipun mulai berpindah. Pindah dari rumah yang di dalamnya terdapat ayah, ibu, juga saudara… Kini ia sudah pergi, maka kami pun pergi.

Lima tahun kemudian…
Aku kembali ke rumah ayahku. Datang dari rumah nenekku… aku dan juga adikku…
Orang yang pergi karena kematian tidak dapat diharapkan akan kembali
Meskipun orang yang pergi melakukan perjalanan akan selalu kembali lagi
Ternyata ada seorang wanita di rumah ayahku…
“Ini adalah Asma. Berilah salam kepadanya…”
Ia bukan ibuku, tetapi ia adalah wanita yang paling baik bagi ayahku..Ia memperhatikan pendidikan kami dengan yang terbaik. Ia juga bertekad agar aku menyelesaikan studiku. Ia memulai dengan menganjurkan diriku menghafal Al-Qur’an, memilihkan teman-teman yang shalihah untukku  diriku, menyiapkan segala yang aku inginkan dan yang adikku inginkan, bahkan lebih dari pada itu. Terkadang kami sering membuatnya marah. Namun meski demikian, ia adalah wanita yang penyabar, lagi cerdas. Ia tidak menyia-nyiakan sedikitpun dari waktunya tanpa ada guna. Lisannya selalu basah dengan dzikir kepada Allah. Ia menggabungkan antara kedalaman agama dan akhlak yang baik. Ia sungguh telah mengisi kekosongan hidup kami yang amat besar.

Berikut ini penjelasan dia tentang pergaulan yang baik, ketika pada suatu hari aku mengajukan pertanyaan kepadanya:
“Kenapa Anda berbeda dengan ibu-ibu tiri yang lain? Di mana letak kezhaliman dan perlakuan buruk yang biasa dilakukan para ibu tiri itu dalam dirimu?”

Ia menjawab: “Aku takut kepada Allah dan selalu mengharapkan pahala dari setiap perbuatanku. Kalian adalah amanah di sisiku. Jangan heran. Sampai dengan merapikan rambut kalianpun aku mengharapkan pahala. Kemudian wahai Arwa, berapa juz Al-Qur’an yang telah engkau hafal? Bukankah aku juga mendapatkan pahala dari hafalanmu itu, insya Allah? Bukankah aku juga mendapatkan pahala dengan mendidikmu melalui pendidikan yang baik? Semua yang kulakukan adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah…”

Ia menambahkan: “sebagaimana seseorang mencari pahala dengan ibadah seperti puasa, shalat, ia juga mencari pahala dengan pergaulannya. Seorang mukmin, selalu dituntut untuk bergaul dengan baik, wahai putriku..”

“Tetapi kami telah melelahkanmu, bahkan menyulitkan dirimu?” Potongku.

“Wahai arwa, setiap pekerjaan pasti membawa kelelahan dan kepayahan. Surga itu mahal. Bukankah engkau mengetahui, bahwa untuk shalat dan melakukan haji seseorang juga harus  merasa lelah? Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

"Barangsiapa yang beramal kebajikan sebesar biji dzarrahpun, ia pasti melihatnya. Dan barangsiapa yang beramal keburukan sebiji dzarrahpun, ia pasti melihatnya." (Al-Humazah:7-8)

Adapun kezhaliman para ibu tiri yang engkau ketahui  wahai arwa, tidaklah berlalu tanpa perhitungan. Bahkan akan mendapatkan perhitungan yang berat.  Apa dosa anak yatim, sehingga ia dizhalimi? Atau apa dosa anak kecil, sehingga ia diperas? Kezhaliman akan menjadi kegelapan di hari Kiamat nanti..”
Aku berkata kepadanya sedangkan perasaan terharu mencekik leherku. Inilah doa ibuku, yang kulihat tampak dalam perlakuanmu terhadap kami… “Sungguh Allah tidak menyia-nyiakan titipan di sisiNya…”
 ~***~

Tiba-tiba, pintu rumah diketuk…
Ibu tiriku masuk  dan memberi salam kepadaku serta mendoakan keberkahan bagiku. Aku mencium kepalanya. Bagiku, ia lebih dari segalanya..
Ia adalah profil bagi seorang wanita muslimah.
Ia berkata dengan air mata yang mengiringinya: “jangan lupa untuk mengharapkan pahala dari Allah dalam setiap pekerjaan yang engkau lakukan.” Kemudian ia menambahkan dengan senyuman yang selalu mengiringinya: “Sungguh aku hafal hadist Nabi Shalllallahu ‘Alaihi Wasallam:
Bila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, melakukan puasa, memelihara kemaluannya dan mentaati suaminya, akan dikatakan kepadanya:  “Masuklah engkau dari pintu Surga manapun yang engkau kehendaki.

Sekarang, tibalah saat mempraktekkannya. Aku berkata kepada diriku sendiri: “Sungguh ayahku tidak keliru ketika ia menikahi wanita yang shalihah. Sungguh ayahku tidak keliru ketika ia menikahi wanita yang takut kepada Allah…” 

Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah, Abdul Malik Al-Qasim