Minggu, 23 Oktober 2011

Tragedi Sabtu Part II

cerita sebelumnya... part I


Langit kembali cerah. Kupacu langkah menuju tempat yang lebih strategis untuk menunggu “pete-pete” si mobil merah ber-plat kuning. Kulambaikan tangan untuk memberi isyarat agar pete-pete yang ingin kutumpangi dapat berhenti. Ulahku membuat suara klakson dari kendaraan yang terhalangi jalurnya melengking beriringan. Tanpa ingin mempergaduh suasana aku bergegas naik ke pete-pete (sebutan angkot di Makassar) dan mengambil posisi di tempat kosong. Ekor mataku selintas menangkap kondisi tubuh seorang anak di pangkuan ibu yang duduk tepat di sebelah kananku. Kembali kutelusuri pandangan ke arah anak itu untuk memastikan kenyataan yang baru kusaksikan.
Astaghfirullah al-adzim…tak henti-hentinya kulafadzkan istighfar dalam hati. Aku hanya bisa terdiam shock. Kulirik wanita usia 30-an yang duduk tepat dihadapanku, ia juga terus berkomat-kamit menggerakkan bibirnya sambil menatap prihatin ke arah anak di pangkuan ibu yang berada di sebelah kananku.
Sudah pernahmiki minta bantuan sama pemerintah? Kalau ditau itu sama pemerintah bisa dibiayai kalau kita tidak mampu, mungkin belumpiki pernah pergi minta bantuan. Kalau orang kayak kita ini susah juga kalau tidak ada yang mau bantu. Itumi bagusnya kalau ada keluargata pintar, ada juga yang bisa uruskanki.Ujar ibu yang duduk disebelah kiri wanita tersebut sambil memangku anak laki-lakinya.
Awalnya kenapa bisa begitu? Cerocos wanita dihadapanku dengan nada prihatin.
“Waktu bayi masih normalji, tapi setelah satu tahun anak-anak seusianya bisa semuami jalan baru anakku saya diam terusji tidak bisapi jalan. Terus saya bawa ke dokter di bilang demam tulang. Ini lagi habismi uang untuk ke dokter na masih begini.” Jawab ibu di samping kananku
“ ini lagi anakku baru 3 tahun 10 hari beginimi besarnya” 
“iye, beginimi Bu. Masih di urus seperti anak bayi”
Aku semakin prihatin mendengar percakapan mereka. Semua orang memandang ke arah anak itu dengan mimik shock. Aku terus memerhatikan ke arah kananku. Tubuh anak itu seperti tulang yang hanya terbungkus kulit, seperti tidak ada daging. Lengannya yang berisi tulang berdiameter 2cm terkulai begitu lemas. Telapak tangannya hanya ½ tangan anak 3 tahun, jari-jari tangan sekurus kabel . Kakinya pun yang tak kalah kurus dengan lengannya  terkulai lemas dengan tulang lutut sebesar bola pingpong. Badannya tampak tidak seimbang dengan  kepalanya yang tampak lonjong tak beraturan. Ia terlihat sangat rapuh dalam dekapan ibunya. Wajahnya sayu dengan mata yang lebih sering tertutup. Banyak pertanyaan dalam otakku tetapi mulutku bagai terkunci rapat .
Sebenarnya aku sangat ingin menanyakan umur anak itu tapi apa daya aku tak bisa bersuara. Pikirku anak itu berumur sekitar 5 tahunan. Setelah lama terdiam, Ibu yang memangku anak laki-lakinya yang berumur 3 tahun berkata kepada penumpang yang baru naik : “ciniki sai ana’na tawwa kodong e, sampulomi annang tahun na kamma injipi antu” . ucapnya dengan nada ibah dalam bahasa Makassar sambil menunjuk ke arah anak yang berada di sebelah kananku.
  “lihatki anaknya kasihan, sudah 16 tahun umurnya tapi masih begitu”.

Perkataan beliau membuatku semakin shock, dugaanku ternyata sangat keliru. Air mataku seperti sudah ingin meluap tapi berusaha kutahan. Astaghfirullah al-adzim. Ternyata ia sudah remaja tetapi seperti bayi dari segi fisik, bahkan kondisinya jauh lebih memprihatinkan. Terakhir kudapati dia menyunggingkan senyum kepada wajah-wajah yang memandang prihatin kepadanya. Maha besar Allah dengan segala ciptaanNya.

Tragedi Sabtu Part I



Sabtu ini tak seperti pekan-pekan sebelumnya. Sabtu pagi yang biasanya kuhabiskan dengan bersantai-santai di rumah harus kusambut dengan kesibukan untuk mempersiapkan mid test. Tepat pukul 07.20 aku bergegas meninggalkan rumah. Kondisi jalanan yang sepi dan bebas hambatan membuatku tiba di kampus lebih awal, 30 menit sebelum mid test dimulai.
Setelah mid test berakhir, aku dan dua orang kawanku yang ”rada-rada” (melirik si Indira Rezki Arsad dan Muthmainnah..^^) menghabiskan libur dengan berkelana mengelilingi kampus. Makan bakso di Jl.Sahabat, nongkrong di taman winslow, ngadem di medik, shalat dhuhur di masjid poltek (kampus tetangga), minum es kelapa di workshop, musyawarah di medik,  dan shalat ashar di masjid depan FK. “Kampus serasa milik kita bertiga..hehehe”. Selepas ashar kami bergegas pulang, menelusuri jalan bergerimis.
This entry was posted in

Senin, 17 Oktober 2011

Exam is Fun

  


Today is the first day for mid test. I wish to get the best result. But it will be hard without study hard. So let's study hard! Let's make change! Let's make our life better with  
not cheating on exam.
 In my opinion, all of people consider "cheat"  as a bad habit, but the fact  it's just underestimated. So don't be surprised if cheating is still popular in the exam.

As educated people we have to realize that cheating at exam will plunges us to be corruption. because of that , We have to get used to not cheat on exam. cheating can be removed if we start from ourselves.

We have to remember : "dishonesty like cheating on exam will make our soul be black and than it will put ourselves into difficulty".

Maybe in this world we have not gotten a bad effect but in the next life it will be our responsibility.




note: I'm trying to improve my english with writing..So please gimme correction for my mistakes (like grammar, etc). I REALLY NEED YOUR HELP GUYS ^^

Senin, 10 Oktober 2011

Bingkai Perjuangan



Bersama menyemai kasih dalam semerbak wangi perjuangan

Setia merajut ukhuwah di setiap ruas waktu yang terlalui

Berazzam memusnahkan benalu perenggut Keistiqamahan

Saling menegarkan hati 'tuk membunuh perih

Saling menggenggamkan ikhlas dalam duka 

Tatkala jejak-jejak perpisahan terpahat langkah gontai

Wangi perjuangan bagai meninggalkan aroma rindu

Rindu akan cerminan kemilau jiwa mujahidah