Tampilkan postingan dengan label nasihat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nasihat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Desember 2009

Untuk Akhwat yang Dimabuk Asmara


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Ukhti, yang kucintai karena Allah Subhanahu WaTa'ala

Terdengar 3 hari yang lalu sebuah kabar, bahwa kau mengikat sebuah pertalian dan ikatan cinta kepada seorang ikhwan. Sebuah kabar yang kurang menyenangkan, sebenarnya, ukhti. 

Mengapa kau bisa sampai pacaran? 

Apakah kau lupa bahwa kita pernah sama-sama berikrar untuk menjalankan perintah Allah dan RasulNya? Lupakah engkau, wahai saudariku, bahwa sebenarnya segala hal yang mendekati zina adalah dosa?

Mungkin kau bilang aku terlalu ikut campur dengan urusanmu, tetapi ini adalah sebagai bukti bahwa aku memperhatikanmu. Aku khawatir, ukhti. Semenjak itu, kau selalu berdekatan dengan dia, kau duduk berdua dengan jarak yang sudah tidak dihiraukan. Bahkan kau menyempatkan dan menyediakan waktu khusus untuknya, dan hanya menghabiskan waktu berdua dengannya. Ketika aku melihat isi sms kalian pun, aku sudah semakin tidak tahan lagi untuk mengirim surat ini kepadamu. 
Ukhti, yang kucintai karena Allah,
Aku juga pernah merasakan jatuh hati, jatuh cinta. Sebuah perasaan yang indah. Walaupun perasaan ini pernah membuatku kurang nyaman, namun aku bersyukur karena ini adalah sebuah nikmat dari Allah kepada kita. Tapi ukhti, aku tidak habis pikir, engkau melampiaskan rasa ini dengan sebuah hubungan yang dinamakan pacaran. Mengapa?
Ukhti, ketika engkau jatuh cinta, janganlah engkau menyiksa dirimu sendiri dengan perasaan bahwa cintamu akan ditolak dan tidak terbalaskan. Itu bisikan syetan, ukhti. Bisikan-bisikan itu juga pernah membuatku takut akan kehilangan ikhwan yang kucintai, namun ternyata aku tahu bahwa itu hanya dorongan hawa nafsuku.

Ukhti, cinta yang tulus dan ikhlas adalah sebuah cinta yang tidak pernah mengharapkan balasan, namun selalu terdorong untuk memberikan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Cinta yang tulus, tidak akan pernah tak terbalas. Cinta yang ikhlas, tak akan pernah berakhir dengan sia-sia, ukhti. Apakah engkau yakin mencintai ikhwan itu dengan ikhlas dan dilandasi oleh cinta karena Allah?

Pikirkan sekali lagi,ukhti. Apakah hal yang kau lakukan ini adalah hal yang baik? Ukhti, yakinlah bahwa Allah SWT sudah memberikan yang terbaik untuk kita. Biarlah nanti Allah yang memilihkan jodoh untuk kita. Cobalah bayangkan, ukhti, seandainya ikhwan yang kau cintai bukan jodohmu, apa yang akan kau perbuat? Aku heran ukhti, untuk apa sih engkau melakukan hal seperti ini? Memangnya kapan engkau akan melangsungkan akad pernikahan, sementara umurmu baru 17 tahun?

Satu hal yang umum, biasanya orang yang berpacaran, akan berlomba-lomba untuk menampilkan kebaikkan-kebaikan pada dirinya saja, namun ketika sudah menikah dan terlihat keburukan-keburukannya, maka hilanglah cinta yang selama ini tertanam. Aku jadi teringat kepada seorang teman yang berkata, 

Bila kau mencintai seseorang karena suatu alasan, maka cintamu akan hilang bersamaan dengan hilangnya alasanmu untuk mencintainya. Namun bila kau mencintai orang tersebut dengan tulus, maka cinta yang kau tanam akan terus bertahan hingga ukhtir hayatmu, walaupun dia tidak membalas cintamu, karena orang yang mencintai orang dengan tulus adalah orang yang mencintai karena Allah Subhanahu WaTa'ala"

Sebagai penutup dari suratku ini, ukhti, kusampaikan sebuah firman Allah, untukmu. Sebuah janji Allah untuk menjodohkan orang yang baik dengan yang baik, dan yang keji dengan yang keji:
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga). (QS.24:26)
Semoga suratku ini bermanfaat untukmu.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Keistimewaan Wanita

Kaum feminis bilang susah jadi wanita ISLAM, lihat saja peraturan dibawah ini :

Wanita auratnya lebih susah dijaga berbanding lelaki.
Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
Wanita saksinya kurang berbanding lelaki.
Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki.
Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
Wanita wajib taat kepada suaminya tetapi suami tak perlu taat pd isterinya.
talak terletak di tangan suami dan bukan isteri.
Wanita kurang dlm beribadat karena masalah haid dan nifas yg tak ada pada lelaki.
makanya mereka nggak capek-capeknya berpromosi untuk “MEMERDEKAKAN WANITA ISLAM”

Pernahkah kita lihat sebaliknya (kenyataannya)??

Benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yang teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan dibiar terserak bukan?

Itulah bandingannya dengan seorang wanita. Wanita perlu taat kepada suami tetapi lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih

Ummu Salamah r.a

Beliau adalah Hindun binti Abi Umayyah bin Mughirah al-Makhzumiyah al-Qursyiyah. Bapaknya adalah putra dari salah seorang Quraisy yang diperhitungkan (disegani) dan terkenal dengan kedermawanannya.Ayahnya dijuluki sebagai “Zaad ar-Rakbi ” yakni seorang pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar (perjalanan) tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal bahkan ia mencukupi bekal milik temannya. Adapun ibu beliau bernama ‘Atikah binti Amir bin Rabi’ah al-Kinaniyah dari Bani Farras yang terhormat.

Disamping beliau memiliki nasab yang terhormat ini beliau juga seorang wanita yang berparas cantik, berkedudukan dan seorang wanita yang cerdas.Pada mulanya dinikahi oleh Abu Salamah Abdullah bin Abdil Asad al-Makhzumi, seorang shahabat yang agung dengan mengikuti dua kali hijrah. Baginya Ummu Salamah adalah sebaik-baik istri baik dari segi kesetiaan, kata’atan dan dalam menunaikan hak-hak suaminya. Dia telah memberikan pelayanan kepada suaminya di dalam rumah dengan pelayanan yang menggembirakan. Beliau senantiasa mendampingi suaminya dan bersama-sama memikul beban ujian dan kerasnya siksaan orang-orang Quraisy. Kemudian beliau hijrah bersama suaminya ke Habasyah untuk menyelamatkan diennya dengan meninggalkan harta, keluarga, kampung halaman dan membuang rasa ketundukan kepada orang-orang zhalim dan para thagut. Di bumi hijrah inilah Ummu Salamah melahirkan putranya yang bernama Salamah.

Bersamaan dengan disobeknya naskah pemboikotan (terhadap kaum muslimin dan kaumnya Abu Thalib) dan setelah masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthallib dan Umar bin Khaththab radhiallaahu ‘anhuma , kembalilah sepasang suami-isteri ini ke Mekkah bersama shahabat-shahabat yang lainnya.

Kemudian manakala Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan bagi para shahabatnya untuk hijrah ke Madinah setelah peristiwa Bai’atul Aqabah al-Kubra, Abu Salamah bertekad untuk mengajak anggota keluarganya berhijrah. Kisah hijrahnya mereka ke Madinah sungguh mengesankan, maka marilah kita mendengar penuturan Ummu Salamah yang menceritakan dengan lisannya tentang perjalanan mereka tatkala menempuh jalan hijrah. Berkata Ummu Salamah:

“Tatkala Abu Salamah tetap bersikeras untuk