Senin, 08 April 2013

Si Jagoan Kelas



Hai! Aku Dafi. Si jagoan kelas. Meski badanku gendut, saya tetap orang paling keren dan terkenal di sekolah. Teman-teman menganggapku anak paling “berani”. Aku lebih suka menjahili teman-teman daripada memperhatikan guru di kelas.  Tidak heran jika namaku tidak masuk dalam daftar peringkat 10 besar.

Nasibku sangat berbeda dengan Nailah. Si gadis hitam, pendek dan sama sekali tidak cantik tapi berbakat dalam banyak hal. Dia tipikal orang yang  enggan menyontek dalam ujian. Teman-teman menjulukinya “si solkar”.  Dia teman sekelasku sejak kelas 4 SD dan rumah kami hanya dipisahkan satu bangunan. Menurutku dia “monster”. Hampir semua pelajaran menjadi favoritnya: matematika, kesenian, IPA, IPS, dan olahraga.

Matematika
Untuk pelajaran matematika, Nailah salah satu anak yang paling diandalkan di kelas.  Untuk sesi tebak jawaban, ia selalu bersemangat dalam adu cepat menjawab soal. Bahkan banyak teman yang berebutan duduk di sampingnya.  Teman-teman yang tidak berminat mengerjakan soal (termasuk saya), memilih menjadi tim sukses. Menyoraki dan menyemangati Nailah.

“Ayooo Nailah! Nailah! Nailaaah!” Kami bersorak sambil bertepuk tangan.

Jadilah kelas seperti pasar, sangat gaduh. Tapi Nailah tetap berkonsentrasi dengan angka-angka di hadapannya.  Dia betul-betul Jenius!

Olahraga
Ia sangat bersemangat saat pelajaran olahraga. Bagian favoritnya ialah senam lantai dan lari estafet.  Postur  tubuhnya yang kecil memberikan keuntungan dalam senam lantai, terutama cium lutut dan menyentuh jari kaki. Memiliki kaki pendek  memudahkan Nailah untuk melakukan senam lantai. Dan tentu dia lah yang bertahan paling lama dalam praktek senam lantai.

Kesenian
Menggambar dan membuat kerajinan tangan termasuk favoritnya.  Hal yang paling berkesan ialah tugas menggambar pulau. Sulawesi menjadi targetnya. Katanya itu pulau favoritnya. Sebab ia lahir dan besar di Sulawesi. Gambarnya merupakan karya kedua  terbaik di kelas. Untuk urusan menggambar, saya masih lebih unggul darinya. Itu pertama kalinya dia menganggapku sebagai saingan terberatnya. 

IPA dan IPS
Momen yang paling menakjubkan ialah saat Ibu Lina menantang kami untuk menghafalkan nama planet dan semua Negara dan ibu kota di Asia Tenggara. Hanya dia yang mengangkat tangan. Adrenalinnya terpacu saat sadar hanya dia yang merespon tantangan ibu lina.

“Yang lain kok nggak ada yang angkat tangan? Ah payah, tidak ada saingan.  Ini tidak sekeren yang kubayangkan.”  Dia berkomentar dengan ekspresi cemberut yang dibuat-buat.

“Ya.. Nailah” Ibu Lina mempersilakannya.

Dia berdiri dengan semangat dan dengan lancar ia melafalkan 9 planet di tata surya dan 10 negara di Asia tenggara lengkap dengan ibu Kotanya (Pada masa kami, Negara di Asia Tenggara Hanya 10, Timor Leste masih termasuk kawasan Indonesia. Begitupun dengan planet, berjumlah 9 sebab Pluto masih tergolong planet).

Setelah selesai menyebutkan semua planet dan negara asia tenggara serta  ibu kotanya, teman-teman sekelas bersorak dan bertepuk tangan untuknya. Aku semakin cemburu dengan kepopulerannya. Bisa-bisa label jagoan kelas akan direbut olehnya.

***

Dia sudah hampir memenuhi standar sempurna di mataku. Sayang saat pelajaran agama, ia sangat berbeda. Tidak semangat seperti saat mengerjakan soal matematika atau menghafalkan negara Asia Tenggara dan nama-nama planet. Dia berubah 180 derajat.

Semua teman sekelas sangat bersemangat melafalkan hafalan shalat. Sedang dia hanya diam membisu.
“Ah, hafalan shalatku di bawah rata-rata”  ia meremehkan dirinya.

Ia menyesal, hafalan shalatnya hanya sebatas surah al-fatihah dan surah pendek. Shalat  pun ia hanya rutin di waktu magrib, sedang waktu lain hanya sesekali.

“Lihat masa Nailah nggak hafal bacaan shalat. Padahal ‘kan ayahnya sering keliling masjid ngasih ceramah!” teman-teman sekelas menyindirnya.

Nailah merasa sangat minder, tapi dia tidak menyerah. Sepulang dari sekolah, target utamanya ialah menuntaskan hafalan shalat. Mengingat sindiran teman-teman, semangatnya kembali terpacu. Ia menghafal sepanjang malam. 

Ya, dia betul-betul melakukannya dengan baik! Dan hasilnya sempurna! Saat ujian kelulusan Sekolah Dasar, dia memperoleh nilai tertinggi dalam  praktek agama. Begitu pun dengan pelajaran yang lain. Dia menyabotase peringkat pertama. Dia betul-betul  mengagumkan. Dengan semangat, kejujuran, kerja keras, dan kemandiriannya, dia bisa membuktikan bahwa memang dia lebih pantas menjadi jagoan kelas. 


#Based on true story, catatan 10 tahun silam.