Selasa, 24 Desember 2013

Rainy Day

Bersyukurlah atas tiap tetesan air yang diturunkanNya.

Allahumma Sayyiban Nafi'an.
YaAllah jadikanlah hujan ini sebagai hujan yang bermanfaat (HR. Muslim).

Minggu, 22 Desember 2013

Membincangkan Kehidupan di Pulau Miangas

Kehidupan lebih nyata dari pendapat siapa pun tentang kenyataan.  
(Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa) 

Berpikirlah dan lakukanlah apa pun sesuka hati. Ciptakan kisahmu, nikmati hidupmu dan tuliskanlah ke dalam catatan yang bisa mengenang sejarahmu. Awalnya aku bersusah payah memikirkan satu dari ribuan hal penting yang akan kutuliskan terkait Pulau Miangas. Terlalu banyak hal penting yang kami temui selama di Miangas dan sayang sekali jika tidak kuceritakan di sini.  Jadi, secara gamblang saya akan menceritakan beberapa hal yang perlu kalian ketahui tentang Miangas. 

25 Juni 2013. Pulau Miangas, Sulawesi Utara, Indonesia. (Dokumen Pribadi)
Pulau eksotis, dikelilingi hamparan lautan biru yang sangat jernih dengan pantai pasir putih. Tanahnya subur, ditumbuhi banyak pohon kelapa. Pulau paling utara Negara Kesatuan Republik Indonesia, perbatasan Filipina-Indonesia. Itulah Pulau Miangas, yang luasnya hanya sekitar 210 ha atau sekitar 3.15 kilometer persegi. Pulau yang bisa kami jejaki setelah melalui perjalanan udara, darat, dan laut selama empat hari dari Makassar. Untuk transportasi antar pulau, penduduk Miangas biasa mengandalkan Kapal Perintis. Selama saya berada di Miangas, satu-satunya kapal yang merapat di dermaga Miangas dengan jadwal paten sekali sepekan hanyalah Kapal Perintis KM.Meliku Nusa.

Di Pulau Miangas, kami (Mahasiswa KKN Tematik UNHAS Gel.85) “mengabdi” selama sebulan, terhitung sejak 25 Juni hingga 23 Juli 2013. Di sana, kami 74 orang disebar ke rumah penduduk, sekitar 2-4 orang per rumah. Namun ada pengecualian untuk 9 orang teman (nine brothers), mereka tinggal serumah paling banyak serta ada 4 orang teman yang tinggal di posko induk. Kami tinggal bersama keluarga baru dengan marga yang beraneka ragam: Awalla, Bawala, Hama, Lantaa, Lupa, , Manus, Mambu, Mangoli, Palense,  Parenta,  Pogo, Wudu.

Saya sendiri bersama dua orang teman (Nur Shima-Sastra Inggris dan Nurfaidah-Hukum) tinggal dengan keluarga bermarga Wudu. Kami tinggal bersama papa  (Hendrik Wudu, lebih akrab disapa Bang Tejo oleh teman-teman), mama (Kartini Taringanen, lebih akrab disapa “Ibu Negara”), dan satu adik perempuan kelas 5 SD bernama Friscillia Dwita Wudu. Mendapat keluarga baru merupakan salah satu hal menyenangkan yang kami peroleh di Miangas. Terlebih lagi Mama dan Papa angkat kami sangat welcome dan dengan senang hati mau direpotkan oleh kami. “Jangan malu-malu dek, anggap saja rumah sendiri”. “Jangan malu-malu dek, kalau malu ada hati”. Itu dua kalimat pamungkas yang berulang-ulang diucapkan mama dan papa saat kami terlihat kikuk.

Penduduk Miangas mayoritas penganut Kristen Protestan. Tapi jangan khawatir, di sana kami hidup rukun meski berbeda suku dan agama sebab kami tahu cara menghargai saudara setanah air. Masyarakat Miangas bersahabat dengan anjing, bahkan anak-anak pun kerap kali bermain-main hingga memeluk dan menciuminya. Jadi, jangan heran jika banyak anjing yang berkeliaran di lingkungan penduduk, bahkan bisa dengan leluasa keluar masuk ke rumah penduduk. Meski sebagian besar anjing di Miangas jinak, untuk pendatang baru, kalian patut berhati-hati dengan anjing yang berkeliaran. Sebab ada beberapa anjing yang masih “aware” terhadap orang baru. Saya pun pernah digonggongi  saat berjalan menuju sekolah dan saat bertandang ke rumah tetangga. “Dia memang sering menggonggongi orang yang baru kak, biasanya tidak begitu sama orang yang sudah sering ke sini” jelas anak tetangga yang waktu itu kudatangi.

Di Miangas sudah ada kendaraan (sepeda, motor, montrada-motor roda tiga, kaisarmotor dengan gerobak penumpang, mobil pikap), tapi sebagian besar penduduk masih beraktivitas dengan berjalan kaki. Selama di sana pun saya tidak pernah naik kendaraan, ke mana-mana hanya berjalan kaki. Dari rumah ke posko induk KKN UNHAS yang letaknya di samping POSAD (Pos Angkatan Darat), ke dermaga, ke pantai (racuna, lobo, merah, wolo), ke liang (tempat cuci pakaian yang airnya pasang di pagi hari dan kembali surut di sore hari), ke mushollah POSAL(Pos Angkatan Laut), ke gunung ota/gunung keramat, ke kebun, ke sekolah, ke puskesmas, ke pendopo, dan kemana pun itu, kutempuh hanya dengan berjalan kaki.

Penduduk Miangas masih melestarikan budaya saling sapa. Setiap kali kami berpapasan di jalan atau  melintasi rumah-rumah yang di depannya ada warga yang duduk santai, kami selalu bertegur sapa, memberi salam “selamat pagi/siang/sore/malam” dan saling melempar senyum. Saling sapa menjadi salah satu cara untuk menjalin hubungan sosial dengan penduduk Miangas. Secara alami kami seperti membangun ikatan emosional. Jadi tidak ada ruginya membiasakan diri untuk bertegur sapa meski kita tidak saling mengenal nama. Ini hal yang sederhana tapi jangan menyepelekannya sebab budaya saling sapa bukanlah basa basi sosial semata.

Untuk kegiatan perekonomian, beberapa penduduk Miangas masih ada yang melakukan barter dengan orang Filipina. Kata papa angkatku, orang Filipina suka jika mendapatkan barang barter berupa sabun detergen, sebab mereka butuh untuk dipakai mandi. Biasanya detergen ditukarkan dengan minuman soda yang jumlahnya fariatif (2-3 botol), kadang ada juga yang harga teman (terima barang dengan jumlah seikhlasnya yang diberikan teman). Di Miangas, harga jual barang di warung (di Miangas pasar belum ada, hanya ada warung) mencapai dua kali lipat harga di Makassar.

Penduduk Miangas sangat gemar berolahraga, baik itu bola voli, takraw, bulu tangkis, basket, maupun sepak bola. Hampir seluruh kalangan sangat gemar berolahraga, mulai dari yang muda sampai yang tua. Mereka rutin berolahraga di sore hari. Tak heran jika Bidadari Surga-tim voli putri kami dikalahkan oleh tim voli warga lokal dalam ajang Pertandingan Olahraga Voli yang diadakan oleh KKN Tematik UNHAS Gel.85 bekerja sama dengan Pemuda Miangas. “Ya wajar saja kalau tim KKN UNHAS kalah, yang dilawan 'kan orang sini yang sudah sering sekali main voli” komentar Oma (nenek yang tinggal di dekat rumah) saat pertandingan usai.

Selain gemar berolahraga, penduduk Miangas juga gemar mengonsumsi minuman keras (Cap Tikus, dsb) hingga mabuk-mabukan. Mereka memiliki gaya hidup yang sangat kontras, saling bertolak belakang. Aku punya cerita soalan orang yang mabuk di Miangas. Pernah, saat aku berjalan dengan seorang anak kelas 4 SD, ia berkomentar saat melihat seseorang yang dikenalinya berjalan di depan kami, “Kakak, itu kita pe om, dia orangnya baik, kalau lagi bagate (mabuk) dia biasa bagi-bagi uang Rp 50.000”. Aku terbahak mendengar ceritanya. Ada-ada saja ya tingkah orang mabuk. Selain itu, untuk para wanita, kalian harus berhati-hati saat seseorang (bermata merah dan beraroma alkohol) mengajak kalian berjabat tangan. Kalian patut waspada dan sebaiknya menolak dengan sopan sebab pernah ada teman yang “terjebak” berjabat tangan dengan orang mabuk hingga tangannya sangat lama digenggam. 

Selain kebiasaan saling sapa, barter, konsumsi minuman keras, dan berolahraga, Miangas juga identik dengan cerita mistis. Kalau bercerita tentang hal mistis, hampir semua masyarakat Miangas mafhum dan percaya. Soalnya masih ada masyarakat yang biasa melihat penampakan hantu bahkan sampai dikejar-kejar hingga kewalahan. Papa angkatku bahkan sering berpesan, “Jangan berani keliling kampung sendirian. Mama di sebelah saja pernah di bawa sama penghuni pulau sampai tersesat, apalagi kalian yang masih baru di sini”.  Ada beberapa kawasan di Pulau Miangas yang dianggap angker. Pernah juga adik angkatku menyeletuk perihal salah satu keluarga yang meninggal dunia karena diguna-gunai dengan ilmu hitam. Masih banyak cerita mistis dan ghaib di Miangas , sayang saya selalu tidak punya nyali untuk mengoreknya lebih dalam.