Minggu, 14 Juni 2015

Lelaki dan Kekhawatirannya


Sebagai anak perempuan, tentu banyak yang tidak kupahami dari kaum lelaki. Tapi, dari seorang lelaki luar biasa (I call him 'Etta'),  saya bisa belajar memahami bahwa pada dasarnya laki-laki akan melakukan apa pun untuk melindungi dan memberikan yang terbaik untuk perempuan, terutama anaknya. 

Laki-laki jika sudah menjadi ayah akan menjadi sangat egois dan tidak akan pernah ridho jika anak perempuannya disentuh oleh laki-laki (karena sebelum ada yang berani datang melamar anaknya, hanya dia lelaki yang bisa dipercaya). Bagi seorang ayah, selalu ada hal sepele yang bisa membuatnya mengkhawatirkan anak perempuan yang disayanginya melebihi kekhawatirannya terhadap diri sendiri. Dan terkadang kekhawatirannya tersebut bisa membuatku menyadari betapa berharganya seorang perempuan. 

Dia bisa sangat marah hanya karena melihat anaknya berpakaian tidak pantas di depan umum. Sangat tidak suka kalau anaknya berduaan dengan seseorang yang bukan mahram. Atau bahkan sangat jengkel karena melihat anaknya memosting foto selfie sesuka hati di media sosial.Tapi dari banyak lelaki, hanya sedikit yang bisa mengkhawatirkan hal sesepele itu. Karena nyatanya, cuma sedikit lelaki yang paham bagaimana menjaga dan menghormati wanita yang disayanginya.

Tahun lalu menjelang idul fitri, saya membeli baju gamis dengan payet karet pada bagian pinggang sehingga ukurannya terlihat kecil. Malamnya, Ettaku memanggilku, "Ini bajumu? Kenapa ukurannya kecil sekali?" Tanyanya dengan ekspresi tidak suka sambil memperlihatkan baju yang kubeli.

"Iya, itu bajuku. Pastilah kecil, kan badanku juga kecil." Aku merespon seolah semua baik-baik saja.

"Masa kecil begini? Ini pasti ketat. Coba dipakai!" Nada suaranya terdengar khawatir. Dia  sama sekali tidak yakin kalau baju itu cocok untukku.

Saya mengambil baju yang disodorkannya lalu memakainya.
"Ini cocok kan? Pas dengan ukuranku." Kataku santai sambil memperlihatkan bajuku yang sudah terpasang rapih.

Alisnya mengernyit, masih tidak senang melihatku memakai baju dengan ukuran yang menurutnya ketat karena berpayet pada bagian pinggangnya.

Besoknya mama melihatku mengenakan baju yang sama, lalu berkomentar, "Bajunya bagus, cocok karena tertutupi jilbab panjangmu. Etta pikir ketat karena belum lihat jilbabmu."

Sebelum sempat merespon, mama lanjut bercerita, "Dari semalam bajumu terus yang dipusingi Etta. Katanya ketat dan kekecilan. Malah dia heran dan tidak percaya kalau kamu sendiri yang mau beli baju itu." Lapor mama dengan antusias.

Aku hanya bergumam mendengar cerita mama.

Selain itu, Mama juga pernah mengadukan kekhawatiran Etta tentang foto di sosial media. "itu Ettamu kayak orang kebakaran jenggot gara-gara lihat fotonya adekmu di facebook, katanya bergaya sekali pamer-pamer foto. Tapi kenapa Ettamu melapor ke saya?  Atau maksudnya mungkin supaya saya saja yang kasih tahu adekmu untuk tidak pasang fotonya? Seharusnya dia saja yang langsung menegur."

Saya hanya menggelengkan kepala mendengar aduan mama.

Meski masih suka ngeyel dan bandel kalau dinasehati, saya tetap dan akan selalu bersyukur  punya orang tua yang super protektif, terutama dalam persoalan menjaga iffah dan kehormatan anaknya sebagai wanita. Karena mereka paham bahwa anak perempuan sangatlah berharga dan harus dijaga dengan baik.