Minggu, 18 Mei 2025

The More You Know, The More You Hurt


Pernah nggak sih, kamu merasa lebih enak nggak tahu apa-apa? Kadang, saat kita tahu terlalu banyak, justru malah bikin pusing sendiri. Misalnya pas tahu teman ngomongin kita di belakang, atau pas tahu fakta-fakta menyedihkan di dunia ini. Rasanya malah jadi lebih berat di hati. The more you know, the more you hurt.

Sama juga kayak urusan cinta. Awalnya manis, rasanya kayak dia kok baik banget ya. Tapi makin lama, kita mulai tahu hal-hal yang sebelumnya ditutupin. Ternyata dia baiknya nggak hanya sama kamu dan kamu cuma dijadiin salah satu pilihannya saja. Dan di situ kita sadar... the more you know, the more you hurt.


Waktu kecil, semuanya terasa lebih simpel. Dunia seperti tempat yang penuh warna dan bahagia. Tapi makin gede, makin tahu banyak hal, termasuk soal patah hati. Kadang kita berharap bisa balik ke masa di mana satu-satunya masalah cuma PR matematika.


Tapi ya, walaupun tahu itu kadang nyakitin, kita juga jadi lebih paham dan dewasa. Kita bisa belajar dari hal-hal itu, jadi lebih hati-hati, dan lebih bijak. Rasa sakit itu kayak bagian dari proses belajar juga, walaupun nggak selalu enak. The more you know, the more you hurt, tapi juga the more you grow.

Kamis, 15 Mei 2025

Bukan Sempurna, Tapi Tunduk pada-Mu


Ya Allah aku sadar, aku orangnya cemburuan banget. Tolong ya Allah… siapa pun yang Engkau takdirkan menjadi pendamping hidupku kelak, jaga dia dengan sebaik-baiknya penjagaanMu. 

Semoga dia adalah seseorang yang betul-betul bisa menjaga interaksinya dengan lawan jenis. Seseorang yang memahami batasan dan menjaga dirinya karena ketaatannya kepadaMu. 

Cukup satu aja ya Allah... seorang laki-laki baik yang mahaaal, mahal karena menjaga kemuliaannya, yang nggak berani macam-macam dengan lawan jenis. Bahkan, jangankan punya sahabat perempuan atau berpacaran, untuk sekadar basa-basi atau mengirim pesan yang nggak penting pun dia enggan. 

Jangankan menyentuh atau berselingkuh, menawarkan tumpangan atau membonceng  lawan jenis saja dia nggak berani. Dia yang nggak mengikuti akun-akun perempuan yang tidak menutup aurat, yang pandai menundukkan pandangannya.  

Laki-laki yang benar-benar baik...

Bukan sempurna, tapi berusaha tunduk PadaMu. Bukan tanpa cela, tapi senantiasa memperbaiki dirinya  sesuai perintahMu. 

Ya Rabb, jika dia masih dalam penjagaanMu, tuntunlah hatinya. Jika dia sedang memperbaiki diri, kuatkanlah tekadnya. Dan jika waktunya tiba, pertemukan kami dalam ridha dan rahmatMu. Aamiin 🤍

Selasa, 22 April 2025

Mengeja Ingatan

Setelah sekian lama tak bertemu, aku tiba-tiba membalas story WA salah satu teman ~roommateku saat pelatihan di tahun 2023.


Aku langsung teringat momen perkenalan pertama kami. Apalagi responsnya saat tahu aku kelahiran tahun berapa.


"Waah gak nyangka umurta sudah **, saya kira kita cuma selisih 1-3 tahun kaak!"


Entah dia orang ke berapa yang kaget saat tahu usiaku, saking banyaknya yang gak percaya kalau aku sudah setua itu ternyata. Makanya aku kadang malas banget kalau ditanya soal umur. Hahaha


Eh, kok malah jadi nostalgia soal awal perkenalan, ya?


Balik lagi ke story WA tadi... 


Karena balas WAnya, jadilah kami ngobrol. Berawal dari nanyain kabar dan akhirnya langsung satset ngatur jadwal buat ketemuan karena katanya rindu (ceileeeeh, rindu gak tuuuh? 😂).


Sampai tibalah hari H, kami bertemu ba'da isya di sebuah cafe pinggiran kota, tempatnya nyaman dan Alhamdulillah sepi karena sudah malam juga kaaan.


 


Setelah pesan makanan, kami lanjut ngobrol panjang. Mulai dari life update terkini, kegalauan masing-masing, cerita masa lalu, hingga rencana masa depan, yang lebih banyak isinya soal jodoh. Hahaha.


Dari obrolan malam itu, aku jadi sadar... Setiap orang memang punya ujiannya masing-masing. Beda-beda bentuknya, tapi semua berjuang dalam diam yang tak selalu terlihat.


Kami saling menyemangati dan saling menguatkan. Rasanya hangat, seperti diingatkan bahwa kita nggak benar-benar sendiri di fase-fase bingung soal hidup, apalagi soal jodoh.


Malam itu juga aku belajar, bahwa menemukan jodoh yang tepat bukan soal siapa yang datang duluan, tapi siapa yang mau tinggal dan bertumbuh bareng. Bukan tentang cepat-cepatan nikah, tapi tentang menemukan orang yang bisa diajak pulang dan tetap tinggal, bahkan saat dunia sedang ribut-ributnya.


Kadang, untuk sampai ke titik itu, kita memang harus mengeja banyak ingatan. Membuka lembar-lembar lama, berdamai dengan yang pernah gagal, dan berani berharap lagi. Karena siapa tahu... dari pertemuan sederhana, do'amu yang selama ini kamu bisikkan diam-diam, justru sedang berjalan pelan-pelan mendekat. 

Sabtu, 08 Maret 2025

Prinsip vs Tuntutan Sosial


"Gimana mau saling kenal kalau nggak mau chatan, Kak? Lain kali kalau ada yang ngechat, direspon ya." Begitu komentar seseorang yang nggak sepemahaman denganku dalam hal menjaga batasan interaksi (khalwat).


Komentar itu membuatku merasa tertekan dan meragukan diri sendiri. Apa selama ini aku salah? Apa sesulit ini menjaga batasan? Apa sesulit ini mencari orang yang sejalan?


Padahal, yang aku butuhkan adalah laki-laki yang paham dan bisa langsung to the point menyatakan maksudnya jika punya niat serius—tanpa harus ada banyak interaksi atau chat berduaan, apalagi jika sekadar mengirim kode yang nggak jelas dan berbasa-basi untuk PDKT. 


Kalau ingin saling mengenal lebih dekat (ta'aruf), kan bisa dilakukan dengan perantara untuk menjaga adab dan prinsip. Sayangnya, tidak semua orang mengerti prinsip ini.


Di lain kesempatan, ada yang berkata, "Posting foto lah di Instagram biar dikenal dan ada yang tertarik."


Refleks aku menjawab, "Aku nggak mencari laki-laki yang nggak bisa menjaga pandangan, yang hanya menilai perempuan dari postingan foto di media sosial."


Lalu ada lagi yang menambahkan, "Kak, nanti kalau ada yang mau dekat, jangan pasang standar tinggi dan terlalu banyak syarat." Ini setelah proses sebelumnya gagal karena harapanku untuk tidak tinggal serumah dengan orang tua setelah menikah dianggap terlalu berlebihan.


Aku jadi bingung dan kesulitan, apakah standarku terlalu tinggi atau memang aku terlalu pilih-pilih? Apakah aku yang terlalu banyak maunya?


Aku hanya ingin menemukan seseorang yang benar-benar paham dan sejalan dengan prinsip yang aku pegang. Aku ingin tetap menjaga diri dan menjaga adab dalam proses ini, tanpa merasa tertekan atau dipaksa untuk menurunkan standar. 


Mungkin aku perlu lebih sabar dan tetap yakin pada Takdir Allah, insyaAllah suatu saat nanti, akan ada yang memahami dan menghargai prinsip-prinsip ini. Yang jelas, seseorang yang sepemahaman dan tidak akan membuatku menyalahkan diri sendiri karena prinsipku dalam menjaga batasan, seseorang yang tidak merasa direpotkan hanya karena aku memiliki standar/ harapan tertentu terkait kehidupan setelah menikah.