Minggu, 07 Desember 2025
Senin, 17 November 2025
Antara Ketakutan dan Harapan dalam Doa
Akhir-akhir ini, aku sering banget kepikiran hal-hal yang sebenarnya nggak ingin kupikirkan. Seperti berita perselingkuhan yang berujung pada perceraian. Makin ke sini, rasanya kasus-kasus seperti itu bukannya berkurang, malah semakin sering muncul di beranda. Dan entah kenapa, semuanya langsung masuk ke kepalaku, mengubah mindsetku, bahkan sampai memengaruhi alam bawah sadarku.
Padahal, aku belum menikah. Tapi setiap kali membaca cerita tentang pengkhianatan, ketakutan untuk menikah itu justru makin besar. Kadang aku sampai berpikir, mungkin lebih baik tidak menikah sama sekali daripada harus menikah dan berakhir patah karena diselingkuhi.
Aku nggak bisa bohong, aku takut. Takut membangun sesuatu yang kuanggap suci, hanya untuk berakhir hancur karena seseorang memilih orang lain di belakangku.
Lalu aku bertanya-tanya, apa sih yang sebenarnya membuat seseorang berselingkuh? Apa yang kurang? Apa nggak terpikir betapa rapuhnya hati pasangan yang mereka khianati? Hubungan itu kan seharusnya tentang dua orang yang saling menjaga, tapi kenapa ada yang memilih untuk berpaling?
Dari situ, aku mulai merenung: kira-kira kriteria pasangan seperti apa sih yang perlu kita cari agar bisa menghindari masalah perselingkuhan ini sejak awal? Pasangan seperti apa yang benar-benar bisa dipercaya? Apakah ada seseorang yang betul-betul memegang komitmen sekuat itu?
Dalam hati kecilku, aku percaya bahwa seseorang yang taat dan takut kepada Allah akan lebih berhati-hati dalam menjaga hubungan. Tapi meskipun aku percaya itu, rasa was-was tetap datang sesekali. Siapa yang bisa menjamin? Siapa yang bisa memastikan?
Namun, aku tetap berdoa. Semoga Allah masih menyimpan satu laki-laki yang setia untukku, yang bisa menjaga interaksinya, laki-laki yang mahal karena sangat menjaga kehormatannya, yang tahu bahwa pernikahan itu adalah komitmen seumur hidup, bukan permainan. Seseorang yang mengerti bahwa pernikahan adalah mitsaqan ghaliza di hadapan Allah, bukan sekadar janji di bibir. Perjanjian yang kuat dan agung, amanah yang harus dijaga seumur hidup.
Rabu, 20 Agustus 2025
Perempuan dan Luka
Aku duduk nyaman di kursiku dan fokus melihat layar laptop, memeriksa rekam medis elektronik dan menganalisis data untuk laporan mingguan, sementara dia sibuk dengan tumpukan dokumen di mejanya.
“Lama menunggu, jauh lebih baik daripada menyesal belakangan.” katanya sambil memeriksa berkas.
Aku tersenyum dan mengangguk pelan, “Iya, aku paham.”
Dia tertawa pelan, tapi suara tawanya terasa agak hampa. “Lihat deh, aku masih bisa ketawa kan? Meski hatiku sudah hancur berkeping-keping.”
Aku tahu dia jauh lebih kuat dari yang terlihat.
“Kalau aku ada di posisimu, mungkin kondisiku jauh lebih kacau. Belum tentu aku bisa bertahan,” ucapku sambil menginput laporan.
"Nggak ada yang benar-benar bisa melupakan. Kita memaafkan dan memberikan kesempatan kedua. Tapi kecurigaan dan prasangka itu nggak pernah bisa hilang." Ucapnya dengan suara lebih tegar.
“Yaaah, impossible buat ngelupain." Lanjutku setuju.
Aku berhenti sejenak, menarik napas. "Doain ya, semoga aku bisa dapat partner yang bener-bener punya prinsip kuat, minimal takut sama Allah dulu, biar nggak gampang goyah sama hal-hal di luar nalar.”
Dia menoleh, “Mungkin kamu sudah bosan ya dengar ini, tapi aku cuma mau bilang... Sabar aja, nikmati apa yang kamu punya saat ini. Setelah nikah pun, ujiannya ada-ada aja.”
Aku mengangguk pelan, “Ya, memang. Tapi kadang, di usia kayak gini, pasti sudah mulai panik kan? Kadang mikir, apa masih ada yang mau? Apa beneran bakal ketemu jodohnya? Jangan-jangan nanti lebih duluan dijemput ajal lagi.”
Dia tersenyum samar, “Usia bukan ukuran, kok. Kamu cuma belum ketemu orang yang tepat. Kamu tahu, hidup nggak melulu soal siapa yang ada di samping kita, tapi soal bagaimana kualitas kita. Selama masih dalam ketaatan, tenang ajaaa!"
Aku terdiam sejenak, merenung. Dia benar. Kadang kita lupa bahwa bukan cuma pasangan yang menentukan bahagia kita. Kebahagiaan sejati datang dari dalam, dari cara kita menerima dan menghargai perjalanan hidup kita, meski belum berjalan sesuai rencana.
"Kadang aku mikir, mungkin aku terlalu memusingi hal yang belum terjadi, padahal yang lebih penting adalah apa yang aku miliki sekarang. Teman-teman, keluarga, dan kesempatan untuk tumbuh, untuk belajar lebih banyak."
Dia mengangguk, seolah mengerti apa yang aku rasakan. “Betul, kamu punya banyak hal yang luar biasa, nggak cuma yang kelihatan. Yang paling penting, tetap berproses. Jangan pernah ragu dengan dirimu sendiri.”
Kami terdiam sejenak, lalu kembali fokus pada pekerjaan masing-masing, sibuk dengan to-do list yang terus bertambah. Tapi kali ini rasanya lebih ringan.
Jumat, 25 Juli 2025
Dunia yang Tak Terlihat
Melihat dalamnya lautan seperti menyaksikan dunia yang penuh rahasia. Di bawah permukaan, ada kehidupan yang tak terlihat, dari terumbu karang warna-warni hingga makhluk-makhluk unik yang jarang muncul ke permukaan. Lautan menyimpan banyak misteri yang membuat kita terkagum-kagum.
Di kedalaman sana, segala sesuatu berjalan dengan cara yang sempurna dan saling bergantung. Lautan mengajarkan kita untuk menghargai apa yang tersembunyi, ada banyak hal yang tak bisa kita lihat atau pahami, tapi tetap ada dan hidup di sana.
Kamis, 17 Juli 2025
Membaca Dirimu
Terkadang, ada saatnya kamu merasa seperti halaman-halaman buku usang yang tak sempat dibaca orang lain. Kamu hadir, kamu berbicara, kamu mencoba untuk terbuka, tapi tetap saja dunia terasa terlalu sibuk untuk benar-benar membaca dirimu. Bahkan kamu mulai ragu, apakah kata-kata yang kamu tulis dalam sikap, tawa, dan diam itu bisa dimengerti siapa pun?
Meski demikian, jangan pernah terburu-buru menghapus bagian-bagian penting dari dirimu hanya karena belum ada yang memahami isinya. Seperti buku yang menunggu pembacanya, kamu pun sedang menunggu waktu yang tepat.
Mungkin butuh waktu, tapi kelak kamu akan bertemu orang-orang baik yang membaca dirimu apa adanya, bukan dengan prasangka, tapi dengan hati yang utuh dan niat yang tulus.
Orang-orang itu tidak akan hanya melihat sampulmu atau menilai dari bab awal hidupmu. Mereka akan sabar menyimak cerita yang kamu bawa, bahkan bagian-bagian yang sulit dimengerti sekalipun. Mereka tidak akan memaksamu mengubah alur atau menyembunyikan luka, karena bagi mereka, dirimu sebagaimana adanya sudah cukup indah untuk dipahami.
Jadi tetaplah menjadi dirimu, meski dunia belum mengerti. Karena suatu hari, seseorang akan datang dan tak hanya membaca, tapi mencintai seluruh isi ceritamu.
Senin, 14 Juli 2025
Baper dengan Bijak
“Makanya jangan gampang baper!” celetukmu sambil cengengesan, wajahmu santai seperti biasa. Di tengah obrolan hangat bersama beberapa teman, kamu menanggapi cerita-cerita random dengan lepas, seolah tak ada beban yang mengganggu.
Suara tawa dan canda mengisi ruangan, percakapan kalian mengalir begitu seru. Sedangkan aku? Sedari tadi hanya duduk diam, sesekali mengangguk-angguk kecil, menyimak tanpa banyak bicara.
Kalian semakin heboh membahas soal perasaan, sesuatu yang selalu rumit tapi juga menarik. Aku yang tadinya cuma diam akhirnya ikut nimbrung, “Memangnya kita beneran bisa mengendalikan perasaan ya? Bagaimana kalau tiba-tiba kamu ketemu seseorang, tanpa aba-aba, dan tiba-tiba hatimu jatuh, terkesima saat melihat dia? Padahal dia cuma diam, nggak ngapa-ngapain.”
Aku menatap satu per satu teman yang hadir dengan penasaran, “Kalian pernah ngalamin hal kayak gitu?”
Salah satu dari mereka tersenyum, “Gak pernah sih, tapi seandainya aja tiba-tiba kejadian seperti itu, kayaknya wajar banget, ya?”
Kamu mengangguk pelan dan mulai menjelaskan dengan suara tenang, “Gini loh, sebenarnya, mengendalikan perasaan itu bukan tentang memaksakan diri buat gak ngerasain apa-apa. Tapi lebih ke bagaimana kita bisa ngatur respon kita, menetapkan batas supaya kita nggak sampai hilang arah atau bikin keputusan yang nantinya disesali, nggak melakukan hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang kita pegang, aturan agama misalnya.”
Aku mengerutkan dahi, “Kalau perasaan itu datang tanpa diduga, gimana caranya kita bisa sadar dan pasang batas? Kadang kita baru sadar kalau udah kebablasan.”
Kamu mengangkat bahu, “Itu memang sulit. Tapi yang namanya perasaan itu natural. Yang penting, setelah sadar, kita harus bisa ambil langkah bijak. Jangan sampai perasaan yang datang tiba-tiba itu yang mengatur kita, sebaliknya, kita yang harus bisa mengendalikan perasaan itu.”
Seorang teman lain menimpali, “Iya, misalnya kamu lagi jatuh cinta, tapi sadar kalau nggak perlu buru-buru membuat keputusan atau ngebayangin masa depan yang belum jelas. Santai aja dulu, kasih waktu untuk saling mengenal.”
Aku tersenyum kecil, merasa mendapat pelajaran penting malam itu. “Jadi, intinya, bukan berarti kita harus menahan atau mengabaikan perasaan. Tapi kita harus bisa mengenali dan memahami perasaan itu, lalu mengelolanya dengan bijak supaya nggak sampai menyakiti diri sendiri atau orang lain.”
Kamu mengangguk setuju, “Bener banget. Perasaan boleh datang dan pergi, tapi kita yang pegang kendali atas diri sendiri.”
Suasana menjadi hening sesaat, lalu tawa dan obrolan kembali mengalir. Aku merasa, malam itu aku belajar sesuatu yang berharga, bahwa untuk bisa hidup dengan tenang, kita harus paham kapan harus membuka hati dan kapan harus menjaga jarak, bukan untuk membuat diri kita jadi dingin atau tertutup, tapi supaya kita tetap kuat dan bijak dalam menghadapi segala perasaan yang datang.
Jumat, 11 Juli 2025
Choose Wisely
Saat dihadapkan pada sebuah pilihan, terlebih jika itu terkait teman seumur hidup, tentu banyak hal yang perlu dipertimbangkan.
Dari banyak kriteria yang kau sebut dalam do'a-do'amu...
Akhirnya kamu akan memilih seseorang yang membuatmu tenang, dia yang terus memperjuangkanmu, yang nggak menyerah meski tahu kurangmu sangat banyak. Karena dia yakin kalian punya tujuan sama, yaitu menuju syurga-Nya.
Menentukan pasangan hidup bukan sekadar soal perasaan. Bukan hanya tentang siapa yang membuatmu tersenyum paling lebar atau siapa yang paling sering hadir di hari-harimu. Tapi tentang siapa yang tetap tinggal saat kamu tak lagi sekuat biasanya. Siapa yang bersedia menapaki jalan panjang, menempuh suka dan duka bersamamu, tanpa pernah ingin menyerah di tengah jalan.
Pilihan itu harus bijak. Karena menikah bukan garis akhir, justru awal dari perjalanan baru yang jauh lebih kompleks dan penuh ujian. Maka, kamu butuh seseorang yang bisa menjadi teman seperjuangan, bukan hanya teman bersenang-senang.
Pilihlah ia yang menuntun, bukan yang menuntut. Yang mengingatkanmu saat lalai, bukan yang meninggalkanmu saat kamu jatuh. Yang sabar dengan prosesmu, bukan yang hanya hadir saat kamu sudah 'berhasil'.
Pasangan hidup yang baik bukan yang sempurna. Tapi yang tahu bahwa kalian sama-sama tidak sempurna, dan tetap memilih untuk memperbaiki diri bersama. Ia tahu bahwa cinta butuh kerja keras, bukan hanya kata-kata manis. Bahwa hubungan yang baik itu dibangun, bukan ditemukan begitu saja.
Dan pada akhirnya, kamu akan memilih bukan karena siapa dia sekarang, tapi karena apa yang ingin kalian capai bersama. Sebab cinta yang sejati akan selalu membawa dua jiwa untuk tumbuh dan bertemu kembali di tempat terbaik: surga-Nya.
Choose wisely. Karena hidup ini terlalu berharga untuk dijalani dengan orang yang salah.
Minggu, 18 Mei 2025
The More You Know, The More You Hurt
Sama juga kayak urusan cinta. Awalnya manis, rasanya kayak dia kok baik banget ya. Tapi makin lama, kita mulai tahu hal-hal yang sebelumnya ditutupin. Ternyata dia baiknya nggak hanya sama kamu dan kamu cuma dijadiin salah satu pilihannya saja. Dan di situ kita sadar... the more you know, the more you hurt.
Waktu kecil, semuanya terasa lebih simpel. Dunia seperti tempat yang penuh warna dan bahagia. Tapi makin gede, makin tahu banyak hal, termasuk soal patah hati. Kadang kita berharap bisa balik ke masa di mana satu-satunya masalah cuma PR matematika.
Tapi ya, walaupun tahu itu kadang nyakitin, kita juga jadi lebih paham dan dewasa. Kita bisa belajar dari hal-hal itu, jadi lebih hati-hati, dan lebih bijak. Rasa sakit itu kayak bagian dari proses belajar juga, walaupun nggak selalu enak. The more you know, the more you hurt, tapi juga the more you grow.
Kamis, 15 Mei 2025
Bukan Sempurna, Tapi Tunduk pada-Mu
Ya Allah aku sadar, aku orangnya cemburuan banget. Tolong ya Allah… siapa pun yang Engkau takdirkan menjadi pendamping hidupku kelak, jaga dia dengan sebaik-baiknya penjagaanMu.
Semoga dia adalah seseorang yang betul-betul bisa menjaga interaksinya dengan lawan jenis. Seseorang yang memahami batasan dan menjaga dirinya karena ketaatannya kepadaMu.
Cukup satu aja ya Allah... seorang laki-laki baik yang mahaaal, mahal karena menjaga kemuliaannya, yang nggak berani macam-macam dengan lawan jenis. Bahkan, jangankan punya sahabat perempuan atau berpacaran, untuk sekadar basa-basi atau mengirim pesan yang nggak penting pun dia enggan.
Jangankan menyentuh atau berselingkuh, menawarkan tumpangan atau membonceng lawan jenis saja dia nggak berani. Dia yang nggak mengikuti akun-akun perempuan yang tidak menutup aurat, dia yang pandai menundukkan pandangannya.
Laki-laki yang benar-benar baik...
Bukan sempurna, tapi berusaha tunduk PadaMu. Bukan tanpa cela, tapi senantiasa memperbaiki dirinya sesuai perintahMu.
Ya Rabb, jika dia masih dalam penjagaanMu, tuntunlah hatinya. Jika dia sedang memperbaiki diri, kuatkanlah tekadnya. Dan jika waktunya tiba, pertemukan kami dalam ridha dan rahmatMu. Aamiin 🤍
Selasa, 22 April 2025
Mengeja Ingatan
Setelah sekian lama tak bertemu, aku tiba-tiba membalas story WA salah satu teman ~roommateku saat pelatihan di tahun 2023.
Aku langsung teringat momen perkenalan pertama kami. Apalagi responsnya saat tahu aku kelahiran tahun berapa.
"Waah gak nyangka umurta sudah **, saya kira kita cuma selisih 1-3 tahun kaak!"
Entah dia orang ke berapa yang kaget saat tahu usiaku, saking banyaknya yang gak percaya kalau aku sudah setua itu ternyata. Makanya aku kadang malas banget kalau ditanya soal umur. Hahaha
Eh, kok malah jadi nostalgia soal awal perkenalan, ya?
Balik lagi ke story WA tadi...
Karena balas WAnya, jadilah kami ngobrol. Berawal dari nanyain kabar dan akhirnya langsung satset ngatur jadwal buat ketemuan karena katanya rindu (ceileeeeh, rindu gak tuuuh? 😂).
Sampai tibalah hari H, kami bertemu ba'da isya di sebuah cafe pinggiran kota, tempatnya nyaman dan Alhamdulillah sepi karena sudah malam juga kaaan.
Setelah pesan makanan, kami lanjut ngobrol panjang. Mulai dari life update terkini, kegalauan masing-masing, cerita masa lalu, hingga rencana masa depan, yang lebih banyak isinya soal jodoh. Hahaha.
Dari obrolan malam itu, aku jadi sadar... Setiap orang memang punya ujiannya masing-masing. Beda-beda bentuknya, tapi semua berjuang dalam diam yang tak selalu terlihat.
Kami saling menyemangati dan saling menguatkan. Rasanya hangat, seperti diingatkan bahwa kita nggak benar-benar sendiri di fase-fase bingung soal hidup, apalagi soal jodoh.
Malam itu juga aku belajar, bahwa menemukan jodoh yang tepat bukan soal siapa yang datang duluan, tapi siapa yang mau tinggal dan bertumbuh bareng. Bukan tentang cepat-cepatan nikah, tapi tentang menemukan orang yang bisa diajak pulang dan tetap tinggal, bahkan saat dunia sedang ribut-ributnya.
Kadang, untuk sampai ke titik itu, kita memang harus mengeja banyak ingatan. Membuka lembar-lembar lama, berdamai dengan yang pernah gagal, dan berani berharap lagi. Karena siapa tahu... dari pertemuan sederhana, do'amu yang selama ini kamu bisikkan diam-diam, justru sedang berjalan pelan-pelan mendekat.















