Jumat, 15 Januari 2016

Januari dan Lautan


Rencananya akan ada kunjungan sekolah di Pulau Tanakeke pada hari Kamis (14/1). Saya mengajak beberapa teman. Kak Indi dan Eka antusias ingin ikut. Kapal yang sudah deal kami tumpangi, menyanggupi akan mengantar ke Pulau dengan syarat berangkat pukul 06.30 pagi dari Dermaga Takalar Lama, agar bisa langsung pulang pada siang harinya. Jadi, kami harus berangkat dari Gowa sekitar pukul 05.30. Sayangnya, Kak Indi batal ikut karena tidak bisa jika harus berangkat sepagi itu.

Tiba-tiba malamnya, ada kabar pembatalan sepihak. Katanya cuaca kurang bagus untuk menyebrang besok pagi, jadi sekalian pekan depan saja. Saya mulai dongkol, menduga-duga banyak hal. Cuaca buruk? Bukankah itu hal wajar di bulan Januari ini? Sekarang angin musim barat, pastilah gelombang laut agak mengerikan apalagi jika hujan turun. Menurut prediksi cuaca, hingga pekan depan pun masih berpotensi hujan di wilayah Sulawesi Selatan. Jadi, tetap saja akan ada kemungkinan cuaca buruk hingga pekan depan.

Segera kuhubungi Kak Dian dan memastikan kebenaran mengenai kabar pembatalan untuk ke pulau besok.

“Kenapa baru malam begini diinformasikan kalau tidak bisa berangkat, coba dari tadi sore kita masih bisa cari kapal lain. Lagian juga kenapa bukan saya yang langsung dihubungi kalau besok batal.” Keluh Kak Dian dengan nada kecewa.

“Iya kak, saya juga baru dikabari. Padahal tadi sudah ketemu kepala sekolah dan memastikan akan berangkat hari Kamis besok.” suaraku mulai memelas.

“Tadi juga sudah deal kalau bisaji pergi pagi-pagi dan pulang siangnya. Kenapa tiba-tiba dibatalkan.” 

"Pokoknya saya harus tetap berangkat besok pagi, Kak." saya meyakinkan Kak Dian meski tetap saja kekhawatiranku jauh lebih besar.

"Iya, nanti saya coba cari info kapal dulu.” Kak Dian menyanggupi.

Kami melanjutkan percakapan via WhatsApp. 

“Seandainya bukan malam saya dapat info, saya cari memang alternatif lain.”

“Tapi biar bagaimana pun, saya harus usahakan berangkat besok pagi, Kak.” Balasku.

“Kalau tidak dapat info malam ini, mungkin terpaksa minggu depan baru bisa pergi. Soalnya kalau mau menginap kita tinggal di mana?"

“Besok hari pasar kan kak? Kapal penumpang kalau hari pasar biasanya memang tidak ada yang berangkat siang atau sore dari pulau?”

“Itu juga informasinya saya tidak tahu.”

Masih ada kesempatan mencari alternatif lain. Biar bagaimana pun harus dapat kapal pengganti. Beruntunglah kak Dian mau membantu mencarikan kapal lain yang bisa kami tumpangi. Sayangnya sampai tengah malam berchit-chat ria dan mencari informasi melalui teman. Tetap saja hasilnya nihil, kami belum mendapatkan solusi dan titik terang mengenai keberangkatan besok. Dan kabar buruknya lagi, Kak Dian yang juga berencana menemaniku ke pulau, terpaksa harus mengurungkan niat karena dia batal diliburkan, katanya besok tetap harus masuk kantor. 

Informasi mengenai waktu keberangkatan kapal ke pulau maupun sebaliknya masih abu-abu. Satu-satunya solusi paling maksimal yang bisa kami usahakan agar perjalanan ke pulau tidak ditunda hingga pekan depan yaitu besok pagi harus langsung ke dermaga  dan bernegosiasi dengan pemilik kapal yang stay di dermaga. Kukabari Eka via BBM agar membawa pakaian cadangan untuk berjaga-jaga jika kami tidak dapat kapal pulang.

Paginya saya terbangun dengan kepala pening dan mata perih.  Segera kucek layar HP, 7 panggilan tak terjawab. Duh sudah pukul 05.50 pagi. Bagaimana tidak telat kalau tidurnya sekitar pukul 2 dini hari. Aku melompat turun dan segera bergegas.  Eka sudah menunggu di depan rumah sejak 20 menit yang lalu. Kami berangkat pukul 06.10. Sekitar pukul 7 lewat kami tiba di dermaga. 

Cuaca hari ini sangat terik. Semoga tidak hujan hingga kami kembali. Kak Dian mulai bernegosiasi dengan salah satu pemilik kapal. Sedang saya dan Eka menuju warung makan untuk sarapan pagi. Kak Dian mengabarkan bahwa charter kapal untuk pulang pergi harganya Rp 700.000,  kalau mau lebih murah harus menunggu sampai jam 12  dan berangkat bersama penumpang lain sepulang dari pasar. Tapi kami tidak bisa menunggu sebab mengejar jam sekolah. Akhirnya kami sepakat menyewa kapal. Si Dana, salah seorang teman yang kami tunggu  juga sudah tiba di dermaga. 

Suasana di atas kapal saat perjalan pergi
 Kami menuju  kapal dan berangkat bertiga bersama dua nakhkoda kapal. Kami tiba di dermaga Pulau Tanakeke Dusun Tompotanah setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit. Sekolah yang kami tuju letaknya di dusun Dandedandere, itu berarti kami masih harus melanjutkan perjalanan selama 15 menit dengan kapal yang lebih kecil karena air masih surut. Setibanya di Dusun Dandedandere kami berjalan kaki sekitar 15 menit melewati empang dan sungai-sungai kecil berjembatan kayu.

Perjalanan pulang tak sedamai perjalanan pergi. Belum sampai setengah perjalanan, gelombang laut mulai agak tinggi. Saya menoleh memperhatikan ekspresi Eka dan Dana yang duduk di sebelah kanan kiriku. Jelas sekali mereka berdua sangat panik. Mereka mulai mengeratkan genggaman tangannya pada tiang kapal. Ombak menghantam badan kapal, menghempas ke kiri dan kanan. Kami seperti sedang bermain wahana roller coaster.

Suasana di atas Kapal saat perjalanan pulang
Ibuuu Ibuuuu ibuuuuu ibuuuuu…” Eka mulai berteriak. Dana juga ikut berteriak histeris karena ketakutan. Suara mereka tak kalah nyaring dengan suara hantaman ombak yang mulai mengamuk. Posisi dudukku sudah bergeser karena kapal terus terayun-ayun. Saya mulai khawatir, tetapi urung berteriak. Anehnya saya malah tertawa melihat ekspresi Eka dan Dana yang masih histeris. Air laut sudah terpercik masuk ke badan kapal.

Asiiin.” Eka berkomentar sambil mengecap saat air laut juga masuk ke mulutnya.

“Ya iyalah asin, kan air laut.” Jawabku spontan.

Tidak adapi kelihatan daratan" dengan lirih Eka menyuarakan kekhawatirannya, takut  jika harus berlama-lama lagi dihantam ombak. 

“Dana, sempat merekam momen yang tadi tidak?” Tanyaku saat kapal mulai agak tenang. 

“Tidak. Takutka. Ini habismi suaraku berteriak.” Jawab Dana dengan suara agak parau.

Akhirnya kami tiba juga di Dermaga Takalar Lama dengan perasaan sangat lega. Hari yang sangat menyenangkan, tak terkecuali pada bagian "histeris" di tengah lautan saat perjalanan pulang. Lihatlah, Januari dan Lautan tetap saja sulit diajak berdamai.

7 komentar:

  1. Kalau boleh, fotonya disebar-sebar saja diantara paragraf yang mendukung dan diberikan caption. Biar variatif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas sarannya, Kak Ica. Waktu input foto, memang agak ribet mau diatur dan diposisikan di mana.


      Hmmm, mau koreksi balik komentarnya Kak Ica. Yang benar "di antara", bukan "diantara" ^^

      Hapus
  2. Balasan
    1. Ifa salah fokus. Hahaha

      Komentari tata bahasa dan EYDnya dong >.<

      Hapus
  3. Saya jadi ingin coba bagaimana perjalanan menuju pulau dengan kapal yang terasa dihantam ombak. Pasti seru dan menyenangkan.

    Perjalan pulang tak sedamai perjalan pergi.... Perjalanan. Ada beberapa typo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Ana, sudah membacanya dan mengoreksi dengan detail kesalahannya ^^

      Hapus

Apa komentarmu? Silakan menuliskannya ^^ ...