Kisah ini kumulai sejak masa-masa orientasi siswa baru. Berawal dari gemerlap dan kemeriahan sesi demo ekskul dan inskul. Pada saat itu mataku masih disilaukan akan nafsu jiwa mudaku. Promosi dari senior dan hasutan teman-teman semakin membulatkan tekadku untuk menuruti nafsu jiwa. Ya.. akhirnya kuperturutkanlah nafsuku untuk mengisi formulir ekskul dalam bidang musik (padahalkan aku sangat tidak berbakat dalam bidang ini! hehe). Saat itu tak hanya satu ekskul saja yang ingin kuikuti, ini karena kerakusan hatiku. Setelah kuhitung-hitung, sudah genap 6 formulir ekskul dan inskul yang telah kuisi. Namun, itu belum cukup bagiku. Sebab aku belum mendapatkan formulir dari ekskul yang bergerak dalam bidang keagamaan. Itu bukan karena aku tak ingin, hanya saja belum ada senior yang datang membagikannya ke kelasku.
Kamis, 24 Desember 2009
Keajaiban Rasa Cinta
Rasa itu mengambil kendali yang besar terhadap pikiran dan tindakan
Rasa itu membuat hati berfluktuasi jauh lebih mudah dari membalikkan telapak tangan
Rasa itu fitrah yang dianugerahkan sang Khaliq kepada setiap insan
Rasa itulah yang ku beri gelar “cinta”
Hadirnya bak sihir yang mampu mengubah perangai seseorang dalam sekejap
Hadirnya bak CRT(Cardiac Resynchronization Therapy) yang mampu membuat jantung bekerja lebih cepat
Kecepatannya dalam menghampiri hati bisa jauh lebih cepat dari kecepatan cahaya
Namun kepergiaannya bisa ribuan kali lebih lambat dari kura-kura
Daya tariknya seakan jauh lebih kuat dari daya tarik antara kutub utara dan selatan magnet
Sekali terjerat olehnya, sulit untuk melepaskan diri
Sekali terperangkap dalam kuasanya, sulit untuk meloloskan diri
Hati sungguh tak mampu menolak kehadirannya
Dan hati tak mampu pula mengusirnya dalam waktu yang singkat
Ya, cinta memang ajaib!!! ia bisa meluluhlantakan setiap insan!!!
Bahkan cinta dapat menjadi racun hati yang mematikan
Namun, jika keimanan masih jauh labih kuat kendalinya ketimbang nafsu
Cinta akan menjadi fitrah suci yang dapat menjadi gerbang menuju kebahagiaan yang hakiki
Rabu, 23 Desember 2009
Rasa yang Tak Dapat Kupahami
Aku terdiam dalam kegelapan
Termenung dalam kesunyian malam
Tertunduk dan merengkuh dalam kesengsaraan
Pikiran dan hatiku mencoba tuk renungi nasib diri yang telah ditakdirkan
Pandanganku tetap terarah ke satu-satunya sumber cahaya yang kekal di malam itu
Tanpa sengaja mataku terpaku akan wujud itu
Anehnya, ada getar dalam hati yang kembali mengguncangkan kerinduan yangg terpendam
Namun, bibir ini tak mampu menafsirkannya ke dalam sebuah kata
Respon yang ku dapat hanyalah linangan air mata
yang perlahan mengalir dari sudut mataku
yang perlahan mengalir dari sudut mataku
Pikiranku terus meronta-ronta,
tak mampu memahmi apa yang telah dirasakan sang hati
tak mampu memahmi apa yang telah dirasakan sang hati
Untuk Akhwat yang Dimabuk Asmara
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Ukhti, yang kucintai karena Allah Subhanahu WaTa'ala
Terdengar 3 hari yang lalu sebuah kabar, bahwa kau mengikat sebuah pertalian dan ikatan cinta kepada seorang ikhwan. Sebuah kabar yang kurang menyenangkan, sebenarnya, ukhti.
Mengapa kau bisa sampai pacaran?
Apakah kau lupa bahwa kita pernah sama-sama berikrar untuk menjalankan perintah Allah dan RasulNya? Lupakah engkau, wahai saudariku, bahwa sebenarnya segala hal yang mendekati zina adalah dosa?
Mungkin kau bilang aku terlalu ikut campur dengan urusanmu, tetapi ini adalah sebagai bukti bahwa aku memperhatikanmu. Aku khawatir, ukhti. Semenjak itu, kau selalu berdekatan dengan dia, kau duduk berdua dengan jarak yang sudah tidak dihiraukan. Bahkan kau menyempatkan dan menyediakan waktu khusus untuknya, dan hanya menghabiskan waktu berdua dengannya. Ketika aku melihat isi sms kalian pun, aku sudah semakin tidak tahan lagi untuk mengirim surat ini kepadamu.
Ukhti, yang kucintai karena Allah,
Aku juga pernah merasakan jatuh hati, jatuh cinta. Sebuah perasaan yang indah. Walaupun perasaan ini pernah membuatku kurang nyaman, namun aku bersyukur karena ini adalah sebuah nikmat dari Allah kepada kita. Tapi ukhti, aku tidak habis pikir, engkau melampiaskan rasa ini dengan sebuah hubungan yang dinamakan pacaran. Mengapa?
Ukhti, ketika engkau jatuh cinta, janganlah engkau menyiksa dirimu sendiri dengan perasaan bahwa cintamu akan ditolak dan tidak terbalaskan. Itu bisikan syetan, ukhti. Bisikan-bisikan itu juga pernah membuatku takut akan kehilangan ikhwan yang kucintai, namun ternyata aku tahu bahwa itu hanya dorongan hawa nafsuku.
Ukhti, cinta yang tulus dan ikhlas adalah sebuah cinta yang tidak pernah mengharapkan balasan, namun selalu terdorong untuk memberikan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Cinta yang tulus, tidak akan pernah tak terbalas. Cinta yang ikhlas, tak akan pernah berakhir dengan sia-sia, ukhti. Apakah engkau yakin mencintai ikhwan itu dengan ikhlas dan dilandasi oleh cinta karena Allah?
Pikirkan sekali lagi,ukhti. Apakah hal yang kau lakukan ini adalah hal yang baik? Ukhti, yakinlah bahwa Allah SWT sudah memberikan yang terbaik untuk kita. Biarlah nanti Allah yang memilihkan jodoh untuk kita. Cobalah bayangkan, ukhti, seandainya ikhwan yang kau cintai bukan jodohmu, apa yang akan kau perbuat? Aku heran ukhti, untuk apa sih engkau melakukan hal seperti ini? Memangnya kapan engkau akan melangsungkan akad pernikahan, sementara umurmu baru 17 tahun?
Satu hal yang umum, biasanya orang yang berpacaran, akan berlomba-lomba untuk menampilkan kebaikkan-kebaikan pada dirinya saja, namun ketika sudah menikah dan terlihat keburukan-keburukannya, maka hilanglah cinta yang selama ini tertanam. Aku jadi teringat kepada seorang teman yang berkata,
“Bila kau mencintai seseorang karena suatu alasan, maka cintamu akan hilang bersamaan dengan hilangnya alasanmu untuk mencintainya. Namun bila kau mencintai orang tersebut dengan tulus, maka cinta yang kau tanam akan terus bertahan hingga ukhtir hayatmu, walaupun dia tidak membalas cintamu, karena orang yang mencintai orang dengan tulus adalah orang yang mencintai karena Allah Subhanahu WaTa'ala"
Sebagai penutup dari suratku ini, ukhti, kusampaikan sebuah firman Allah, untukmu. Sebuah janji Allah untuk menjodohkan orang yang baik dengan yang baik, dan yang keji dengan yang keji:
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga). (QS.24:26)
Semoga suratku ini bermanfaat untukmu.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
Keistimewaan Wanita
Kaum feminis bilang susah jadi wanita ISLAM, lihat saja peraturan dibawah ini :
Wanita auratnya lebih susah dijaga berbanding lelaki.
Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
Wanita saksinya kurang berbanding lelaki.
Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki.
Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
Wanita wajib taat kepada suaminya tetapi suami tak perlu taat pd isterinya.
talak terletak di tangan suami dan bukan isteri.
Wanita kurang dlm beribadat karena masalah haid dan nifas yg tak ada pada lelaki.
makanya mereka nggak capek-capeknya berpromosi untuk “MEMERDEKAKAN WANITA ISLAM”
Pernahkah kita lihat sebaliknya (kenyataannya)??
Benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yang teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan dibiar terserak bukan?
Itulah bandingannya dengan seorang wanita. Wanita perlu taat kepada suami tetapi lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih
Ummu Salamah r.a
Beliau adalah Hindun binti Abi Umayyah bin Mughirah al-Makhzumiyah al-Qursyiyah. Bapaknya adalah putra dari salah seorang Quraisy yang diperhitungkan (disegani) dan terkenal dengan kedermawanannya.Ayahnya dijuluki sebagai “Zaad ar-Rakbi ” yakni seorang pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar (perjalanan) tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal bahkan ia mencukupi bekal milik temannya. Adapun ibu beliau bernama ‘Atikah binti Amir bin Rabi’ah al-Kinaniyah dari Bani Farras yang terhormat.
Disamping beliau memiliki nasab yang terhormat ini beliau juga seorang wanita yang berparas cantik, berkedudukan dan seorang wanita yang cerdas.Pada mulanya dinikahi oleh Abu Salamah Abdullah bin Abdil Asad al-Makhzumi, seorang shahabat yang agung dengan mengikuti dua kali hijrah. Baginya Ummu Salamah adalah sebaik-baik istri baik dari segi kesetiaan, kata’atan dan dalam menunaikan hak-hak suaminya. Dia telah memberikan pelayanan kepada suaminya di dalam rumah dengan pelayanan yang menggembirakan. Beliau senantiasa mendampingi suaminya dan bersama-sama memikul beban ujian dan kerasnya siksaan orang-orang Quraisy. Kemudian beliau hijrah bersama suaminya ke Habasyah untuk menyelamatkan diennya dengan meninggalkan harta, keluarga, kampung halaman dan membuang rasa ketundukan kepada orang-orang zhalim dan para thagut. Di bumi hijrah inilah Ummu Salamah melahirkan putranya yang bernama Salamah.
Bersamaan dengan disobeknya naskah pemboikotan (terhadap kaum muslimin dan kaumnya Abu Thalib) dan setelah masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthallib dan Umar bin Khaththab radhiallaahu ‘anhuma , kembalilah sepasang suami-isteri ini ke Mekkah bersama shahabat-shahabat yang lainnya.
Kemudian manakala Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan bagi para shahabatnya untuk hijrah ke Madinah setelah peristiwa Bai’atul Aqabah al-Kubra, Abu Salamah bertekad untuk mengajak anggota keluarganya berhijrah. Kisah hijrahnya mereka ke Madinah sungguh mengesankan, maka marilah kita mendengar penuturan Ummu Salamah yang menceritakan dengan lisannya tentang perjalanan mereka tatkala menempuh jalan hijrah. Berkata Ummu Salamah:
“Tatkala Abu Salamah tetap bersikeras untuk
Jilbab Syar'i & Jilbab Funky
Sesungguhnya agama Islam memerintahkan setiap orang muslim agar mencintai saudaranya bagaikan mencintai dirinya sen- diri, kemudian menghindari mereka dari keburukan sebagaimana ia menghindarkan diri daripadanya, nasehat menasehati demi men- ta’ati kebenaran yang telah didatangkan dari Allah dan Rasul-Nya, baik itu berupa perintah maupun larangan, dengan hati rela mematuhinya.
Di saat agama Islam tiba dan kaum Jahiliyah membenci bayi perempuan, bahkan tega buah hati sendiri dikubur hidup-hidup, tidak memberikan harta warisan kepada wanita, terkadang mem- pusakai wanita bagaikan harta yang lain dengan jalan paksa.
Maka Allah serta Rasul-Nya melarang perbuatan keji tersebut menjaga dan mengangkat derajat wanita bagaikan mutiara berharga, dengan memberikan
Remaja Cewek dan Anugerah yang Dimiliki
Ini bukan tentang lirik lagunya Sheila on 7 lho, tapi tentang kamu-kamu para gadis. Percaya enggak sih kalau masa-masa remaja yang kita lalui memang betul-betul sepotong anugerah yang Allah ciptakan buat kita ? Atau kamu hanya menganggapnya sebagai hal biasa saja, sebagai suatu fase kehidupan yang harus dijalani ?
Memang masa remaja hanyalah sebuah fase dari kehidupan.
Tapi pernah nggak sih kamu merasakan adanya perbedaan saat kamu kemarin masih duduk di bangku taman kanak-kanak dengan rambut dikuncir dua, kini sudah menjelma menjadi gadis remaja yang mempesona ?
Mungkin kamu juga masih ingat si Tora anaknya tetangga depan rumah yang dulu ingusan dan suka jambakin rambut anak cewek, sekarang jadi cowok paling top di SMU dan jadi incaran para cewek. Atau kamu sendiri yang sekarang makin rajin bercermin, mulai punya feeling terhadap
Senin, 14 Desember 2009
Maaf, Ini Rahasia
Aku berjalan menelusuri koridor sekolah baruku
sambil celingak-celinguk memperhatikan papan nama tiap ruangan yang kulalui.
Setelah lama berkeliling akhirnya aku menemukan kelas yang ditujukan untukku. Kelas
XII IPA 4. Aku tak langsung masuk, sejenak aku terdiam di depan kelas. Aku mengatur
napasku dan berusaha menenangkan pikiran untuk
menghilangkan rasa gugupku.
Suasana
di kelas itu sangatlah gaduh. Tampaknya mereka keasyikan menertawakan aksi konyol salah satu siswa
yang sedang beraksi di depan kelas. Pikirku itu sejenis orasi. Sejenak siswa
sempat terdiam. Selang beberapa saat kemudian, mereka serentak tertawa, terdengar
beberapa siswa meneriakkan celetukan jail yang diiringi dengan hentakan pukulan
keras ke meja belajar sehingga terciptalah kegaduhan yang memekakkan telinga.
Setelah
suasana menjadi sedikit tenang, kuberanikan diriku untuk mengetuk pintu kelas
yang sama sekali tidak tertutup. “tok..
tok.. tok.. , permisi!!!” kurasa aksiku itu sudah cukup untuk membuat
perhatian seluruh penghuni kelas tertuju kepadaku.
“Silakan masuk!!!” Jawab seorang guru yang sedang mengajar di
kelas itu sambil berjalan ke arahku. Ia memperhatikanku dari ujung kaki hingga
ujung rambut dengan tatapan penuh tanya.
“Pa..pagi Bu!!!” ku jawab tatapannya
dengan sapaan yang terdengar canggung.
Ia
menanggapi sapaanku dengan mengangguk-anggukan kepalanya sambil memperbaiki
letak kacamata yang dipakainya. “Hmm..
pagi. Kamu murid pindahan dari Bogor ,bukan?!”..
“Oh.. iya Bu, betul!” jawabku lebih
ramah.
“Silakan masuk dan perkenalkan dirimu!!” ia
berbalik dan berjalan menuju mejanya. Aku mengikutinya dari belakang dengan
langkah cuek. Dalam keheningan terdengar bisikan-bisikan beberapa siswa yang
memberi komentar tentang diriku sehingga suasana kelas menjadi sedikit riuh.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!!”
ucapan salamku membuat semua pandangan tertuju ke arahku.
Setelah
aku selesai, semuanya serentak menjawab salamku, “wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh!!!”
“Perkenalkan nama saya Kinan Faizah , saya
biasa disapa Kinan. Saya berasal dari SMA 17 Bogor. Saya pindah ke sini karena
ikut orangtua yang dipindahtugaskan.”
Setelah memperkenalkan diri aku
mengarahkan pandangan ke arah Ibu guru yang berdiri pada jarak tiga meter dariku.
Aku memberi anggukan kepadanya sebagai tanda bahwa cukup itu saja perkenalan
awal dariku.
Kurasa
ia mengerti akan maksudku. Ia langsung mengambil alih perhatian. “Kinan, kamu bisa duduk di samping Dafi.”
tawarannya kepadaku.
Aku
hanya memberikan respon berupa anggukan sebagai simbol persetujuanku. Tapi, itu
hanya di luar saja sebab hatiku tak bisa menerima tawaran itu sepenuhnya. Suka
atau tidak, aku harus menerimanya karena tidak ada pilihan untuk menolak, sebab
hanya itulah satu-satunya tempat yang kosong di ruangan itu.
“Hai… Kinan!!!”. Sapa Dafi.
“Hai!!!” jawabku dengan jutek. “Kenapa sih aku sekelas sama kamu dan harus
duduk bersebelahan denganmu!!!” umpatku dalam hati.
Dafi,
tetangga baruku. Orang yang pernah menyelipkan harapan indah dalam anganku.
Pernah menggoreskan kisah pilu di masa laluku. Sampai akhir hayatku aku tak akan
pernah bisa melupakan jasanya.
***
Pada
hari itu…
Aku
berada di puncak bersama tujuh teman-temanku. Kami berlibur di sana selama dua
minggu. Malam keempat kami di sana, seorang teman mengajakku ke taman. Tempat yang sangat indah.
Pemandangan malam di taman itu sangat menakjubkan. Langit kelam yang berhiaskan
bulan dan bintang-bintang tampak jauh lebih memikat.
Dalam
keheningan malam, kami berdua duduk bersebelahan di bangku taman dengan jarak
yang cukup jauh. Saling membisu, asyik dengan angan masing-masing. Setelah lama
terdiam, dia angkat bicara, “Ki, sudah
berapa banyak orang yang menyatakan cinta padamu?” tanyanya padaku seperti
ingin menginterogasiku. Pertanyaannya sungguh mengagetkanku. Aku menghela napas
sebelum menjawab. “Sudah lumayan banyak.
Aku tak tahu berapa jumlah pastinya. Hmm, mungkin sekitar 20 orang.”
Jawabku mantap.
“Aku sudah menduga. Yah… itu hal wajar bagi
seseorang yang sangat sempurna sepertimu”. Jawabnya sambil melirik ke
arahku. “Memang sih, sudah banyak yang
menyatakan namun tak satu pun kuterima.” Tambahku. “Kenapa bisa?” tanggapnya dengan nada heran. “ya.. karena aku tak ingin berpacaran.” Jawabku datar. Ia hanya
memberi respon berupa anggukan.
Suasana
hening sejenak. Lalu ia kembali melontarkan pertanyaan,“Bagaimana jika aku yang menyatakannya kepadamu?!” ia diam sejenak
untuk memberiku kesempatan menjawab .
“Tentu
jawabannya sama seperti sebelum-sebelumnya!!!” jawabku tanpa ragu sedikit
pun.
“Aku tak kecewa dengan jawabanmu.
Tapi, kau kan jadi yang pertama dan terakhir bagiku… semoga!!!” balasnya
dengan nada suara yang tegas.
Dia seperti mengekangku, aku tak suka dia berkata
seperti itu. “Itu sih terserah kamu!!!
Tapi, aku tak bisa menjamin!!! ”. Balasku ketus.
“Maaf jika perkataanku terdengar memaksakan kehendak. Tapi, itu aku
nyatakan bukan berarti aku ingin mengekangmu. Bagiku kau bisa memilih. Tak
mesti bersamaku.” Ia berusaha menanggapi dengan tenang.
Jujur
aku memang suka dengannya. Tapi aku tak bisa mencintai seseorang yang belum
jadi milikku secara resmi. Aku tak ingin membiarkan hatiku terbuai dengan keindahan
fatamorgana yang semu. Cintaku hanyalah untuk seseorang yang akan menjadi
pendamping hidupku kelak.
“Ki, hati-hati… Jangan sembarang menghayal!!!”
tegurnya padaku. “Siapa juga yang
menghayal sembarangan!?” elakku dengan nada kaget.
“Oh.. maaf kalau aku sembaramg menuduhmu.” Ia menanggapi dengan nada
bersalah.
“Berlama-lamaan di sini nggak enak juga yah!
Suhu udaranya sangat dingin. Bagaimana kalau kita kembali ke penginapan
masing-masing? ” tawarnya padaku. Aku hanya memberi tanggapan berupa anggukan.
Dalam
perjalanan pulang kami sama sekali tak bicara. Sungguh pernyataannya hampir
saja menggoyahkan tekadku untuk tidak berpacaran. Tapi aku tak mau harga diriku
jatuh. Aku tak ingin menjadi orang yang munafik.
Sejak
saat itu, ia terus berusaha meyakinkanku akan perasaannya kepadaku. Tapi tetap
saja aku tak goyah sama sekali. Namun penolakanku tak membuatnya patah arang,
bahkan ia semakin bertekad kuat untuk meluluhkan hatiku. Dan hal yang tak bisa
kupungkiri hingga saat ini ialah ia telah berhasil meluluhlantahkan hatiku. Tapi,
yang ia tahu cintanya padaku bertepuk sebelah tangan.
Seiring
dengan bergulirnya waktu, pikiranku semakin terbuai olehnya. Dan semakin keras
usahaku melenyapkannya dari anganku, semakin kuat pula kendalinya dalam
menghantui hati dan pikiranku. Aku tak bisa melupakannya dengan mudah. Itulah
kenyataan yang harus kuterima.
Sebelum
meninggalkan puncak, kami sepakat untuk bertemu di taman. Aku tiba di taman itu
sekitar pukul 10 pagi, sesuai dengan waktu yang kami sepakati. Waktu bergulir begitu cepat, tak terasa sudah
5 jam aku berada di taman itu. Bodohnya lagi aku tetap mau menunggunya tanpa
ada kepastian. Yang kutahu, rasa rindulah yang membuatku tetap sabar
menunggu. Kebetulan hari itu hujan, aku
hanya bisa duduk termenung di gazebo yang berada di tengah taman. Menikmati
pemandangan taman sembari berusaha mempertahankan agar signal HPku tetap ada. Aku
berharap akan ada pesan atau telepon darinya. Aku tak bisa menghubunginya,
sebab HP yang kupegang pulsanya habis. Menunggu selama itu tentulah aku merasa
sangat bosan dan jenuh. Tapi aku tetap setia menunggunya, meskipun kemurnian
dari perasaan rindu yang teramat dalam di hatiku tinggal 1 %. 99% sisanya
dipenuhi dengan rasa campur aduk.
Aku
menunggu, menunggu, dan menunggu. Aku berusaha meyakinkan diriku kalau dia
tidak akan mengingkari janjinya. Aku menunggu lebih lama, mengira-ngira kalau
dia sudah berada pada jarak yang tidak jauh. Aku terus menunggu. Setengah jam
pun berlalu. Adzan magrib terdengar. Jalan sudah tidak hujan lagi. Aku berniat
untuk sholat terlebih dahulu. Aku menuju ke arah masjid yang letaknya tak jauh
dari taman.
Handphoneku
berdering. Tanpa menunggu terlalu lama, akhirnya aku mengangkat telepon
tersebut, berharap dia bisa bertemu dan menghabiskan waktu lebih lama denganku.
Aku pun seolah melupakan apa yang telah kualami sejak pagi tadi. Namun,
pernyataannya membuatku seolah tidak
percaya dengan apa yang telah kualami. Aku tak percaya dia tega membuat usahaku
sia-sia begitu saja. Aku tak tahu apa yang harus kukatakan. Cukup kesunyian
malam saja yang menjadi saksi bisu akan
pengkhianatan yang kuterima.
Aku
terbangun, perasaanku kacau balau. Dadaku sesak. Air mata
terus mengalir dari sudut mataku. Lagi-lagi kejadian 3 tahun silam kembali
menghantui diriku, merasuki alam impianku. Aku sungguh kecewa dengannya. Dia
yang pernah menyelipkan harapan indah dalam anganku dan lenyap begitu saja
tanpa meninggalkan jejak. Namun, kini dia kembali datang mengisi hari-hariku.
***
Aku
terdiam dalam kegelapan
Termenung
dalam kesunyian malam
Tertunduk
dalam rengkuhan sengsara
Pikiran
dan hatiku mencoba tuk renungi nasib diri yang telah tertakdirkan
Pandanganku tetap terarah ke satu-satunya sumber cahaya
yang kekal di malam itu
Tanpa
sengaja mataku terpaku akan wujud itu
Anehnya,
ada getar dalam hati yang kembali mengguncangkan kerinduan yang terpendam
Namun,
bibir ini tak mampu menafsirkannya dalam sebuah kata
Respon
yang kudapat hanyalah linangan air mata yang perlahan mengalir dari sudut
mataku
Pikiranku
terus meronta-ronta, tak mampu memahami yang telah di rasakan sang hati
Hari-hari
begitu cepat berlalu. Tak bisa kupungkiri bahwa semua yang telah terjadi
kepadaku bukanlah salah Dafi sepenuhnya. Inilah takdir hidup untukku. Aku
sungguh tak adil jika tetap menyalahkannya akan kejadian tempo hari. Kini, aku
bisa menerima semuanya dengan lapang. Aku sudah bisa memberikan kesempatan
kepada hatiku untuk memaafkan Dafi.
Kini
sikapku terhadap Dafi tidak lagi secuek dan sejutek yang sebelumnya. Aku
kembali menjadi Kinan yang dulu ia kenal. Sosok teman yang selalu bersedia membantunya
dalam menyelesaikan problematika hidupnya. Kami memang selalu bersama. Disetiap
ada waktu luang, kami selalu menyempatkan untuk menceritakan masalah
masing-masing. Kami tidak pernah bosan dengan semua itu. Rumah dan tempat duduk
di sekolah yang bersebelahanlah yang
membuat kami semakin akrab dan lebih terbuka satu sama lain.
Hari
yang kulalui tentu tidak sebaik yang kuharapkan dan juga tidak seburuk yang
dibayangkan. Ya.. relatiflah. Baik buruknya seimbang. Kurasa itu hal yang wajar. Hidup memang
kadang pahit dan kadang manis. Begitu pula dengan permasalahan aku dan Dafi.
Memang sih, tak bisa dipungkiri kami masih sering bertengkar jika kejadian 3 tahun
yang lalu kembali terungkit. Tapi, aku berusaha melupakan semua hal yang
berkaitan tentang kejadian itu. Perlahan semua kenangan buruk mulai tergantikan
dengan lembaran yang jauh lebih baik.
***
" Kiinaaan,,
Kiiinaaaan!!!! " Teriak Dafi tepat di telinga Kinan sambil berusaha
mengguncang-guncangkan tubuh kinan yang masih terlelap.
Kinan
tersentak kaget. Ia beranjak dari tempat
tidurnya dengan tergesa-gesa. Tubuhnya masih labil dan ia hampir saja menabrak
kursi yang bertengger manis di seberang tempat tidurnya. Raut wajahnya tampak
emosi.
“Daaafiiii!!! Kenapa sih kamu harus
membangunkanku dengan cara sekasar itu!! Mimpi indahku kan jadi berakhir buruk
hanya karena suara cemprengmu itu!!! .”
“Maaf Ki…
aku nggak bermaksud seperti itu.” Dafi membela diri dengan wajah
memelas.
“Trus, Ngapain coba kamu masuk ke kamarku
tanpa seizinku??!” bentak kinan.
“Gimana caranya minta izin kalau kamu
tidurnya kayak orang mati, lagian aku kan sudah mengetuk-ngetuk pintu
kamarmu!!!”Balas Dafi tanpa rasa bersalah sedikit pun.
“Tapi kamu kan bisa nungguin sampai aku
bangun!!!” balas Kinan dengan nada kasar.
”Sorry!! Sorry!! Aku punya masalah penting,
aku sangat perlu bantuanmu dan ini nggak
bisa ditunda lagi!!!.” Balas Dafi dengan ekspresi memohon.
“Oh.. masalah
apa sih?” Kinan menanggapi dengan nada cuek dan ekspresi jutek.
Tanpa basa-basi ia segera menuju ke kamar mandi, siap dengan handuk serta
peralatan mandinya. Sebelum
ia betul-betul lenyap dari pandangan Dafi, ia berbalik, “Tunggu saja di Luar!!! Aku akan membantumu setelah pikiranku kembali
normal.”
Tanpa
sempat memberi respon, Kinan sudah mendobrak pintu kamar mandi. Dafi hanya cengengesan melihat tingkah kinan. Lalu tanpa basa-basi
ia segera membalikkan badan dan meninggalkan kamar Kinan.
“Daafiiii!!!” teriak Kinan sambil
menuruni tangga.
“Heii!! tumben mandinya
cepat!!!” Dafi yang sedari tadi menunggu sambil mondar-mandir di ruang tamu
yang berada tepat di bawah tangga menyahut dengan sigap.
“Masalah apa lagi sih yang mau dibahas?” Tanya Kinan sebagai tanda dimulainya sesi problem solving.
“Permasalahan yang memegang kendali besar untuk masa depanku”. Jawab
Dafi dengan nada yang mendramatisir.
“Huek!!!
Kamu sangat berlebihan. Memangnya tentang apa?” tanggap Kinan sambil
cekikikan.
“Bingung nih Ki, sampai sekarang saya masih gak tahu mau lanjut kuliah dimana.”. Jawab Dafi
datar.
“Huahahaha… kirain masalah apaan. Gitu
aja kok bingung!? Pilih aja yang sesuai dengan bakat dan keinginan hatimu.”
“Ki, kamu masih betah 'kan sahabatan sama aku?" tanya Dafi mengalihkan perbincangan.
“Kamu kok jadi mempertanyakan hal sebodoh itu sih?" balas kinan sambil cengengesan.
“Ki, kamu masih betah 'kan sahabatan sama aku?" tanya Dafi mengalihkan perbincangan.
“Kamu kok jadi mempertanyakan hal sebodoh itu sih?" balas kinan sambil cengengesan.
“Nggak kok, aku cuma takut kamu berubah" Dafi menanggapi lebih santai.
Kinan hanya diam, ia tampak memikirkan sesuatu.
“well, pas kuliah kita masih bisa sama-sama 'kan? Tetap sahabatan seperti ini?" sambung Dafi.
“Ngomong apaan sih, kamu kok jadi cengeng gitu! Kita tetap sahabatan, kapanpun itu" Kinan menjawab lebih serius.
Kinan hanya diam, ia tampak memikirkan sesuatu.
“well, pas kuliah kita masih bisa sama-sama 'kan? Tetap sahabatan seperti ini?" sambung Dafi.
“Ngomong apaan sih, kamu kok jadi cengeng gitu! Kita tetap sahabatan, kapanpun itu" Kinan menjawab lebih serius.
Mereka tampak asyik dalam perbincangan tersebut. Saking asyiknya mereka sampai lupa bahwa hari sudah menjelang malam. Mereka berdua memang selalu saja seperti itu. Setiap ketemu pasti tidak pernah kehabisan bahan cerita.
***
Waktu
bergulir begitu cepat, rasanya baru kemarin aku menjalani masa-masa SMAku. Tapi
aku harus menerima kenyataan bahwa inilah malam terakhir bagiku berada di
tempat ini. Di rumah yang penuh kegembiraan. Aku sedih karena aku
harus berpisah dari orang-orang yang aku cintai, tapi aku gembira karena aku
bisa mewujudkan impianku untuk bersekolah di universitas yang kudambakan selama
ini.
Sudah
hampir satu jam aku berbaring di atas tempat tidurku. Namun, mataku tetap saja
tidak bisa terpejam. Pikiranku sungguh kacau, kepalaku juga sangat pusing.
Kepergianku besok sama sekali belum diketahui oleh Dafi. Aku sengaja tak
memberitahukannya. Meski hatiku tak tega memperlakukannya seperti itu, namun
ada sisi lain dalam diriku yang sangat tidak mengharapkan dirinya tahu akan kepergianku.
Aku takut dia semakin terluka karena keputusan yang telah kutetapkan. Tapi, aku
betul-betul tidak bisa mengungkapkan alasannya saat ini.
Esok
paginya, aku berangkat ke bandara seorang diri di saat hari masih gelap. Ya
tentu saja, karena aku mengambil penerbangan pertama dan jarak rumahku dari
bandara tidaklah dekat. Aku tiba di bandara sekitar pukul 06.45. Masih ada
waktu satu jam sebelum pesawat yang kutumpangi lepas landas. Pikiranku sungguh tak tenang.
Aku mondar-mandir di ruang tunggu seperti anak yang kehilangan orang tua.
Huft.. pemberitahuan akan berangkatnya pesawat yang akan kutumpangi semakin
membuatku tidak tenang. Aku pasrah, tak ada lagi waktu untuk bertemu dengan
Dafi dan bahkan tidak untuk selamanya. Lagi-lagi timbul penyesalan dalam hati
akan apa yang kuderita selama ini. Penyakit akut yang mungkin akan mengantarku
ke gerbang kematian dalam jangka waktu yang tidak lama lagi. Aku berjalan
meninggalkan ruang tunggu dengan langkah yang gontai.
“Kiiinaaaan!!!!” seseorang berteriak memanggilku.
Aku mengenal suara itu, aku yakin dia betul-betul Dafi. Tapi aku tak ingin
berbalik melihatnya. Aku hanya terdiam terpaku di tempatku berpijak. Dia
semakin dekat, jarak kami mungkin tak lebih dari dua meter lagi. Dia menarik
lenganku sehingga kami berada dalam posisi yang saling berhadapan.
“Ki... kamu yakin akan melanjutkan studimu di
luar negeri?! kamu betul-betul akan pergi meninggalkanku?” dia berbicara
dengan nada kecewa.
“Aku yakin! Tekadku sudah bulat!!! Keputusanku
sudah tidak bisa digoyahkan lagi!” aku menjawab dengan tegas tapi
pandanganku tetap terarah ke tempat kaki sekarang berpijak.
“Lalu, mengapa kamu tidak mengatakan dari
awal kalau kamu harus pergi hari ini?”
“Nggak ada gunanya kamu tahu aku harus pergi
hari ini!!!” aku membentakkanya.
“Kamu tega yah!!! Bagaimana bisa kamu
berpikiran bahwa semua ini sangatlah tidak berguna untukku? Asal kamu tahu
saja, Aku betul-betul tidak rela melepaskanmu begitu saja!!!” Suaranya
terdengar ketir.
“Dan aku lebih tidak rela lagi kamu berada di
sampingku!!! ” aku menjawab dengan lantang.
“Kau betul-betul mengecewakanku!!! Aku ingin
kau memberikanku penjelasan yang dapat membuatku menerima keputusanmu!!!”
“Aku tak perlu memberikan penjelasan
untukmu!!! Biarlah waktu yang menjawab semua ini!!!”
“Kamu ini kenapa sih? Memangnya kamu nggak
pernah sadar? Apakah pernyataanku dan perhatianku yang selama ini kutujukan
padamu masih belum cukup untuk membuktikan kalau aku sayang sama kamu???”
“Aku sadar!! Dan aku sudah menyadarinya sebelum
kamu menyatakannya!!! Dan justru cintamu itulah yang kumanfaatkan untuk
menyakitimu!! Aku tak bisa menerima cintamu!! Aku membencimu!! Sangat-sangat
membencimu!! Semua perhatianku selama ini hanya kepalsuan semata!! Apakah ini
sudah cukup jelas untukmu?! ” Aku sungguh lepas kendali. Aku tak percaya
dengan apa yang kukatakan.
Dafi
diam terpaku. Ia tak mampu menanggapi lagi perkataanku.
“Kuharap pengakuan palsuku itu bisa
membantumu tuk melepaskanku.” Bisikku dalam hati
Aku
tak sanggup menatap wajahnya. Aku sudah tak berani menatap sorot matanya.
Tatapannya tajam menusuk hatiku. Aku berbalik arah, berusaha menyembunyikan
kesedihanku darinya. Air mataku perlahan mengalir dari sudut mataku. Aku
berjalan terus tanpa ingin berbalik melihat ke arahnya. Aku tak ingin ia melihat
kesedihanku. Aku ingin ia beranggapan bahwa aku bahagia karena perpisahan ini. Itulah
pertemuan terakhirku dengannya. Pertemuan terakhir yang kuharap bisa
menyelipkan kebencian di hatinya.
Sikapku
yang seperti dulu..
Mungkin
hanya bisa berlaku jika kau bertemu denganku di alam impian
Karena
semua telah berubah
Aku
yang kau kenal dulu jauh berbeda dengan aku yang sekarang
Dulu
kita memang sangatlah dekat
Tapi,
sekarang aku telah memutuskan untuk mengambil jarak
Dulu
kita begitu akrab
Tapi,
sekarang aku telah berusaha menghindarimu
Dulu
kau selalu ada untukku
Tapi,
sekarang aku tak menginginkanmu ada hanya untukku
Tapi
kuharap kau tak mempertanyakan mengapa aku melakukan semua itu.
Karena
sampai kapan pun kau takkan mendapatkan jawaban dariku.
Biarlah
alasan-alasan itu kupendam dalam hatiku saja
Aku
tak ingin menyakitimu, aku tak ingin…
Cukup
aku saja yang menderita karena luka masa laluku yang takkan bisa kusembuhkan
***
Lima
tahun telah berlalu. Namun, waktu tak bisa menghapuskan segala sesuatu tentang
Kinan dari pikiranku dengan mudah. Jujur, aku masih berharap takdir masih
memberikan kesempatan tuk mempertemukan kami. Aku menginginkan penjelasan yang
pasti darinya. Aku tidak bisa menerima perlakuannya tempo hari.
Aku
terus berusaha mencari informasi tentangnya. Namun, semuanya nihil. Ia bagai
tertelan bumi. Aku sudah sangat lelah, namun aku tidak ingin berhenti
mencarinya. Ya… Setelah bertahun-tahun, akhirnya usahaku itu membuahkan hasil.
Kini
aku tahu dia dimana. Tapi, aku tidak bisa percaya dengan apa yang kulihat.
Tapi, inilah kemungkinan yang betul-betul nyata. Aku harus menerima kenyataan
ini, meski ini sangatlah pahit. Aku masih tertunduk, mataku tertuju ke arah
bongkahan tanah yang telah menjadi pemisah antara aku dan kinan. Kini dunia
kami telah berbeda. Aku tak bisa lagi membendung air mataku. Lidahku terasa
kelu. Hatiku seperti tercabik-cabik.
Aku
tahu jasadmu memang sudah lenyap…
Tapi
sosokmu akan terus ada dalam anganku
Aku
tahu takkan ada lagi celotehan darimu…
Tapi
aku tak akan lupa dengan semua nasihatmu
Semua
tentangmu kan terkubur abadi dalam hatiku tuk selamanya.
Maafkan
aku atas kenangan pilu yang telah kutorehkan di masa lalumu
Selamat
tinggal sahabatku, selamat tinggal cinta pertamaku…
Kau
kan terus hidup dalam imajinasiku sebagai cintaku yang abadi.
Makassar, Desember 2009
Cerpen pertama. Dikumpulkan sebagai tugas menulis cerpen pada mata pelajaran Bahasa Indonea.
Jumat, 04 Desember 2009
Persimpangan Jalan
Ini tahun terakhir bagiku berada di sekolah menengah atas. Tentu saja banyak pilihan dan keputusan yang harus kutetapkan tuk menentukan ke arah mana aku harus melangkah?
Kini, pikiranku betul-betul dirundungi kebimbangan. Pikiran, perasaan, dan tindakan bagai tak sejalan lagi. Ada keinginan dari batin ini yang tak bisa kuungkap. Ada asa yang ingin kuwujudkan namun kondisi fisik bersikukuh tuk menolak.Ada hasrat yang bertolak belakang dengan hakikat diri ini.Aku tak ingin menuruti egoku. Aku tak ingin menyiksa batinku. Aku tak ingin
menggoreskan kekecewaan di hati orangtuaku.
menggoreskan kekecewaan di hati orangtuaku.
Kini, pikiran sudah tak kuasa lagi menahan penat yang dirasakan sang hati.Akhirnya, hati pun memberikan kekuasaan penuh kepada aqidah dan iman yang telah menyelimutinya tuk menuntun diri ini menuju arah yang terbaik dan menguatkan diri ini menapaki jalan yang dilalui.
Cukuplah kupasrahkan sepenuhnya nasib ini kepada sang Khalik. Namun, itu tentu saja tetap ku iringi dengan usaha yang setimpal. Tak hanya diam membisu.
Kamis, 03 Desember 2009
Jelmaan Sebuah Rasa
ya Rabbi, aku tahu...
rasa banggaku akan sikapnya,,
yang kini telah menjelma menjadi rasa iri..
bukanlah kekeliruan semata..
rasa itu tak pantas bernaung dalam hatiku
tapi.. ku berharap kekeliruan itu
tak menjelma menjadi bumerang penghancur
bagi tembok pertahanan yang slama ini tlah kubangun dengan susah payah
ya Rabbi, aku tahu..
rasa kagumku akan ketaatannya,,
yang kini telah menjelma menjadi rasa cemburu..
bukanlah kesalahan yang patut ku banggakan...
tapi.. ku berharap kesalahan itu
dapat menjelma menjadi tombak penyokong
yang dapat membantuku mempertahankan syariat yang telah Engkau tetapkan..
ILUSI
Hanya satu kata…
Tapi dapat mengundang banyak tanda tanya
Hanya satu sisi…
Tapi dapat menyimpan sejuta keunikan
Hanya sebuah wujud…
Tapi dapat mengisyaratkan ketidakabadian rasa
Hanya sebuah simbol…
Tapi dapat menguak keangkuhan sikap yang tak dipahami
Hanya ilusi semata…
Tapi dapat mengundang pengharapan
Sarat akan jutaan makna
Gambaran imajinasi yang begitu nyata
Keunikan yang tak dapat digenggam
Penepis mimpi yang tak terwujud
Langganan:
Postingan (Atom)