Sabtu, 16 November 2024

Jangan Terlalu Pilih-Pilih


Tolong jangan pernah berkata "Jangan terlalu pilih-pilih" kepada teman, saudara, keluarga, atau orang di sekitarmu yang belum menikah jika kamu belum tahu sejauh mana usaha mereka untuk menuju pernikahan.


Apalagi jika komentarmu itu hanya berdasarkan asumsi atau cerita orang lain.


Sebab, dalam proses ta'arufnya pun, kamu tidak tahu apakah dia yang terlalu pemilih, atau justru calon pasangannya yang mundur perlahan karena merasa tidak cukup pantas untuk perempuan seperti dia? Atau mungkin karena dia seorang perempuan yang bekerja, belum berniqab, atau alasan lain yang membuatnya ditolak, bukan karena pilih-pilih?


Kamu tahu tidak sudah berapa kali dia gagal dan merasa lelah dengan setiap proses yang telah dilaluinya? Sudah mencoba jalur perkenalan melalui teman, ta'aruf di sana-sini, tetapi tetap saja Allah belum memudahkan?


Dia sendiri sudah sangat hancur, merasa tidak berharga, dan merasa tidak ada yang mau memperjuangkannya karena kegagalan yang terus menerpa. Namun, kamu dengan seenaknya berkomentar, "Jangan terlalu pilih-pilih" karena kamu tidak pernah melalui kesulitan yang sama?


Semoga kemudahan yang Allah berikan padamu dalam melalui proses ta'aruf tidak membuatmu gampang meremehkan orang lain yang sedang berjuang.


Bersyukurlah, kamu tidak perlu menerima banyak penolakan dan bisa dengan mudah mendapatkan laki-laki yang berani dan tidak ragu untuk melamarmu.


Semoga kamu tidak lagi sembarangan berkata, "Jangan terlalu pilih-pilih," jika sebelumnya pun kamu tidak pernah ingin tahu seperti apa proses yang dia lalui dan seberapa terjal jalan yang dilewatinya, sampai ia sendiri merasa muak dan tidak percaya diri lagi.


Tolong jangan berani lagi berkomentar, "Jangan terlalu pilih-pilih." Kalau ajalmu pun, kamu tak tahu kapan waktunya. 


Bisakah kamu tidak berkomentar seenaknya lagi dan membuat orang lain semakin kesal dan putus asa dengan hidupnya sendiri?


Selasa, 05 November 2024

Mitos Patah Hati

Siang terik, setelah menjemur pakaian yang baru saja kucuci, aku bergegas menuju warung yang berada di depan kostan teman (tempatku transit sebelum melanjutkan perjalan besok subuh).

Aku memesan makanan dan mulai mengajak si Mbah, pemilik warung, untuk berbincang. Setelah makananku siap, Mbah duduk tepat di seberangku dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang baru saja kulontarkan sebelum menyantap makan siangku. Kemudian percakapan kami pun berlanjut ke topik-topik yang cukup umum.

"Kuliah di ITS ya Neng?" Tanya Mbah.

Aku tersenyum sambil menggeleng, "Tidak Mbah, sudah lulus kuliah. Saya temannya si X."

"Oh kirain kuliah di situ, kan anak kostan depan banyak yang kuliah di ITS. Jadi sudah kerja ya?

"Iya Mbah sudah." Jawabku dengan suara lembut, masih menikmati suapan makananku.


"Neng, asalnya dari mana?" tanya Mbah, tak sabar ingin mengetahui lebih banyak.

"Dari Sulawesi, Mbah" jawabku sambil tersenyum. "Saya baru tiba tadi sebelum dhuhur."

Mbah mengangguk-angguk, seolah mencerna jawaban itu. "Wah, jauh ya. Naik apa ke sini?"

"Naik kapal, Mbah. Perjalanan 3 Hari 2 malam." kataku sambil melanjutkan suapan. 

Mbah terdiam sebentar. Setelah beberapa saat, kami mulai berbicara tentang hal-hal klise, tentang pekerjaan, tentang cuaca di Surabaya dan Makassar, sampai topik yang lebih personal.

"Sudah nikah ya Neng?" Tanya Mbah tiba-tiba saat aku sibuk mengunyah.

Aku menelan makananku dan tersenyum.

"Belum Mbah," jawabku dengan perasaan yang tenang. Ya kali ini aku sudah nggak terbebani saat ada yang menanyakan perihal pernikahan. 

Mbah mengangguk sambil menatapku dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa pernah patah hati, ya Neng?" tanyanya, masih penasaran.

Aku tertawa kecil, tidak bisa menahan geli. "Nggak kok, Mbah," jawabku sambil tertawa. Rasanya seperti dejavu. Momen yang sama sekitar 2 atau 3 tahun lalu, saat aku makan siang di kantin kantor BKPSDM. Pemilik warung di sana juga sempat menanyakan hal yang sama, mengira aku telat menikah karena patah hati atau ditinggal nikah. 

Ah sepertinya mitos patah hati yang membuat orang mati rasa dan gak mau nikah karena trauma atau masih terjebak di masa lalu masih cukup populer, ya?

Aku jadi penasaran, apa emang betul patah hati setraumatik itu? 

Bagi yang pernah patah dan trauma karena cinta, semoga Allah menyembuhkan dan menggantinya dengan yang lebih baik. 

Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dia tahu kapan waktu yang tepat untukmu, dan Dia akan memberimu cinta yang lebih baik, yang tepat sesuai yang kau butuhkan.