untuk kesempatan
kedua, pertemuan ini sudah terhitung bulan ke 15. Tapi bagiku waktu seperti
berjalan mundur. Kembali mengantarkanku menemui scene dalam episode pelik yang
menyesakkan. Seperti adegan yang kembali terulang, dejavu. Aku melihat diriku
terpuruk untuk sebuah alasan yang tak mengenakkan hati, pengkhianatan. Aku sendiri tak tahu kenapa aku terlampau
rapuh jika melihat seseorang yang sangat kupercayai tiba-tiba bersikap “aneh”
karena salah paham. Terlebih lagi disaat harus mengetahui bahwa dia yang selalu
tersenyum manis di hadapanku ternyata lebih memilih mengumbar 1001 cela
dibandingkan langsung berkata jujur. Percayalah, ini sangat menyakitkan.
Pengkhianatan yang membuat dada sesak hingga terasa akan meledak. Mungkin
beginilah rasanya kecewa, membuat hati sakit.
Kenapa harus ada pengkhianatan?
Bukankah
akan lebih baik jika semua bersahabat?
“Sebaik-baiknya
orang-orang yang bersahabat di sisi Allah adalah orang yang paling baik kepada
sahabatnya . . . . .” -H.R Bukhari-
"Only
your real friends will tell you when your face is dirty." -Sicilian Proverb-
"A
true friend is someone you can disagree with and still remain friends. For if
not, they weren’t true friends in the first place." -Sandy Ratliff-
~Dari
pengkhianatan itu aku belajar tentang mahalnya harga setia dalam persahabatan..
sabar ... sabar ... :)
BalasHapus@risa
BalasHapussimple but magic..
thanks for your "amazing word" kak Risa ^^