Sabtu, 08 Maret 2025

Prinsip vs Tuntutan Sosial


"Gimana mau saling kenal kalau nggak mau chatan, Kak? Lain kali kalau ada yang ngechat, direspon ya." Begitu komentar seseorang yang nggak sepemahaman denganku dalam hal menjaga batasan interaksi (khalwat).


Komentar itu membuatku merasa tertekan dan meragukan diri sendiri. Apa selama ini aku salah? Apa sesulit ini menjaga prinsip? Apa sesulit ini mencari orang yang sejalan?


Padahal, yang aku butuhkan adalah laki-laki yang paham dan bisa langsung to the point menyatakan maksudnya jika punya niat serius—tanpa harus ada banyak interaksi atau chat berduaan, apalagi jika sekadar mengirim kode yang nggak jelas dan berbasa-basi untuk PDKT. 


Kalau ingin saling mengenal lebih dekat (ta'aruf), kan bisa dilakukan dengan perantara untuk menjaga adab dan prinsip. Sayangnya, tidak semua orang mengerti prinsip ini.


Di lain kesempatan, ada yang berkata, "Posting foto lah di Instagram biar dikenal dan ada yang tertarik."


Refleks aku menjawab, "Aku nggak mencari laki-laki yang nggak bisa menjaga pandangan, yang hanya menilai perempuan dari postingan foto di media sosial."


Lalu ada lagi yang menambahkan, "Kak, nanti kalau ada yang mau dekat, jangan pasang standar tinggi dan terlalu banyak syarat." Ini setelah proses sebelumnya gagal karena harapanku untuk tidak tinggal serumah dengan orang tua setelah menikah dianggap terlalu berlebihan.


Aku jadi bingung dan kesulitan, apakah standarku terlalu tinggi atau memang aku terlalu pilih-pilih? Apakah terlalu banyak maunya?


Aku hanya ingin menemukan seseorang yang benar-benar paham dan sejalan dengan prinsip yang aku pegang. Aku ingin tetap menjaga diri dan menjaga adab dalam proses ini, tanpa merasa tertekan atau dipaksa untuk menurunkan standar. 


Mungkin aku perlu lebih sabar, tapi aku yakin, suatu saat nanti, akan ada yang memahami dan menghargai prinsip-prinsip ini. Yang jelas, seseorang yang sepemahaman dan tidak akan membuatku menyalahkan diri sendiri karena menjaga batasan.